Kamis, 09 April 2015

Saya pendiam, salah?

Ria kecil (waktu belum sekolah) itu rambutnya tidak pernah panjang (cepak), periang, lincah, main disemak-semak, suka mandi hujan, kalau main tidak pernah pakai baju dan sandal. Seringkali telapak kaki saya tertusuk pecahan kaca. Pernah juga manjat pagar tetangga kemudian jatuh, hingga celana yang saya kenakan robek dan berubah wujud menjadi rok. Tomboy, tapi kalau sudah ketemu alat 'make up' langsung memoles-moles wajah sedemikian menornya, mengganti pakaian menjadi dres, lalu memaksa menguncir rambut yang sebenarnya tidak bisa dikuncir.

Semasa sekolah (SD sampai SMP) saya masih cukup periang, dan banyak teman. Waktu SMA karakter saya mulai sedikit berubah. Agak pendiam, pemalu, dan suka sekali menyendiri. Tidak tahu persis kenapa, yang pasti saya suka sekali menyendiri, ada perasaan nyaman. Saya suka berbelanja ke mall sendirian. Membaca buku dipojokan toko buku sendirian. Mengerjakan sesuatu dikamar sendirian. Tetapi sejauh ini yang saya belum pernah lakukan sendirian adalah menonton bioskop.

Saya tidak banyak bicara pun tidak pandai bergaul. Saya punya beberapa sahabat yang memang itu-itu saja. Karna memang saya sudah nyaman dengan mereka, dan mereka sudah mengenal watak saya.

Iseng-iseng saya ikutan tes kepribadian yang ada di internet. Ternyata saya seorang introvert. Kebanyakan orang pasti berfikir, apa enaknya jadi introvert. Hidupnya seperti memiliki beban masalah, penyendiri, dan pendiam. Lebih baik jadi ekstrovert, supel, pandai bergaul, ceria, dll. Kalau menurut saya, baik itu introvert ataupun ekstrovert punya nilai plus dan minus masing-masing.

Saya juga pernah berfikir ingin menjadi seperti ekstrovert, tapi saya tidak nyaman. Seperti memakai topeng dan tidak menjadi diri sendiri. Saya sadar menjadi introvert bukanlah sebuah kesalahan. Bahkan tokoh dunia seperti Albert Einstein, Bill Gates, dan JK Rowling saja introvert. Jadi kenapa saya harus merasa bersalah dan rendah hati.

Pernah suatu hari dilingkungan kampus, saya sedang duduk sendirian memperhatikan tingkah segerombolan junior yang menarik perhatian saya. Sekitar 4 meter dibelakang saya ternyata ada beberapa cewek yang menyebut nama saya:
Cewek 1 : Oh ria yang itu anak 2010 kan
Cewek 2 : Iya, dia itu semacam mental disorder kali ya.
Cewek 3 : Iya benar, nggak pernah ngomong. Bisu kali ya haha.
Cewek 2 : Kayak punya dunia sendiri
Bla...bla...blaa...
Saya sadar dan mendengar dengan jelas, rasanya pengen nyamperin mereka sambil tepuk tangan dan bilang "Wah... kayaknya elo elo kenal banget ya sama gue yang bahkan gue nggak tau dan ngga pernah mau tau siapa elo, hebat!"
Tapi itu cuma terlintas dikepala, kejadian yang sebenarnya saya cuma bisa tersenyum geli. Alhamdulillah, transfer dosa. Lumayan dosa saya berkurang.

Atau pada kesempatan yang lain. Saya sering mendengar kalimat "Ngomong donk ia, jangan diam aja...". Itu kejadian kalau lagi berkumpul ramai-ramai dengan orang-orang yang tidak terlalu dekat. Saya cuma bisa senyum, bagaimana saya bisa bicara kalau yang lainnya tidak berhenti bicara, lantas siapa yang mendengar.

Pernah juga mendengar yang seperti ini "Ah ria sombong, ketemu di situ kemarin ngga nyapa, dia cuek aja". Klarifikasi dari saya, "Ya kenapa enggak situ aja yang nyapa duluan, kan situ liat saya, saya nggak liat situ. Ribet." Tapi itu ungkapan saya dari dalam hati. Kenapa saya jadi disalahkan karena tidak menyapa orang. Padahal saya tidak "ngeh" dengan keberadaannya. Sementara dia melihat saya dan tidak menyapa saya. 

Dan masih banyak lagi kejadian-kejadian yang menyudutkan saya hanya karna saya diam. Saya bingung, apakah diam adalah perbuatan kriminal? Tidak kan...
Saya lumayan selektif memilih kata apa yang mau saya lontarkan, pun siapa lawan bicara saya. Kalau cuma dengan orang-orang yang tidak terlalu dekat, saya cuma bisa senyum. Saya tidak pandai basa-basi. Kalau orang bertanya ya saya jawab. Biasanya memang tidak ada umpan balik. Karena saya akan bertanya yang menurut saya penting untuk ditanyakan.

Lagipula mengapa saya harus hidup sesuai dengan ekspektasi orang lain, apalagi orang yang tidak terlalu saya kenal. Mereka menginginkan saya ramah kepada mereka. Lah, mereka siapa?

Saya suka menyendiri, tidak berarti saya menyepi saja tidak pernah melihat dunia luar. Bukan seperti itu. Saya suka nonton konser kok. Saya juga wellcome dengan siapapun yang ingin berteman. Saya tidak pilih-pilih teman. Lagipula saya banyak menyimpan rahasia orang (bukan sahabat). Mereka merasa nyaman curhat kepada saya.

Lantas apa bahagianya menjadi pribadi introvert? Saya bahagia kok. Saya happy dengan hidup saya sekarang. Dengan hal-hal kecil saja saya bisa happy. Seperti melihat anak bayi, saya happy. Dibawain eskrim & coklat sama pasangan, saya happy. Beli lipstik baru, saya happy. Dan lain-lain. Memang kebahagiaan tidak saya ungkapkan seperti kebanyakan orang dengan tertawa, nyanyi-nyanyi, dan terlihat sangat berapi-api bersemangat dan excited. Saya bahagia ekspresi saya tetap sama saja seperti biasa, hanya saja hati saya yang berbunga. Sedih juga seperti itu. Kalau kebanyakan orang mengungkapkan kesedihan dengan bercerita (curhat) dengan orang lain sembari menangis, saya tidak demikian. Mungkin saya tidak akan bercerita kepada siapa-siapa kecuali Tuhan.

Jangan terburu-buru menghakimi. Saya tidak minta dimaklumi kok, hanya saja jangan "ganggu" saya, karna saya tidak mengganggu orang.

Mungkin bukan hanya saya yang mengalami hal yang serupa. Untuk orang-orang introvert lainnya, mari kita berpegangan tangan. Selama kita tidak berbuat salah dan tidak merugikan orang lain, ya santai saja. Lakukan apa yang membuat kita happy dan nyaman. Life must go on. Abaikan suara-suara yang mengusik hidup kita. Kita berhak bahagia dengan cara kita sendiri :) 

Tidak ada komentar: