Minggu, 19 April 2015

Cerita Tentang Pindah Rumah

Selama 23 tahun aku hidup didunia ini (eh bentar lagi 24 ding), dari lahir sampe sekarang aku udah tinggal di 7 rumah yang berbeda. Tiga diantaranya cuma ngontrak sementara waktu. Jadi sekarang aku mau cerita tentang ketujuh rumah tersebut dan suka duka kami (aku dan keluarga) tinggal didalamnya.

Rumah Pertama
Pertama kali aku hadir kedunia ini ya dirumah itu, tepatnya di Pasir Putih Jambi Selatan. Sebetulnya itu rumah yang kedua semenjak Ayah dan Ibuku menikah. Sebelumnya di Kasang, disana kakak aku lahir, terus bangun rumah baru di Pasir Putih, terus aku lahir. Rumah yang lumayan besar karna kami punya 2 rumah dalam 1 pagar, aku nggak tau rumah yang satunya lagi untuk apaan yang jelas cuma diisi konsen pintu dan jendela seingatku. Bertetanggaan dengan sepupuku. Masa kecilku (tepatnya sebelum masuk bangku sekolah) aku habiskan disana. Semak-semak dan got-got yang ada disana adalah saksi bisu gimana nakalnya aku waktu kecil. Jatuh sana jatuh sini. Aku punya banyak temen, sebagian besar temanku adalah laki-laki. Jadi waktu itu aku agak tomboy dan seringkali dipanggil "abang". Disana aku punya kayak orang tua angkat dan abang-abang angkat yang baik banget. Sering beliin aku coklat karna aku suka banget coklat (alhasil gigiku waktu kecil hitam semua). Tapi sekarang udah ngga pernah ketemu sama mereka, pun kalau ketemu udah asing dan aku ngga mengenal mereka. Sekitar umur 7 tahun aku mulai masuk sekolah dasar di SDN 155. Cuma satu tahun disana terus pindah sekolah karna pindah rumah juga. Sedih banget waktu itu ninggalin temen-temen.

Rumah Kedua
Yang ini rumah kontrakan, di Komplek Camat. Padahal yang tinggal disitu bukan camat, ngga tau kenapa namanya Komplek Camat. Kita ngontrak di rumah nomor 5 blok A, dan sementara kita ngontrak, rumah baru sedang dibangun di blok A juga nomer 31. Mulai beradaptasi dengan lingkungan baru yang 180 derajat berbeda dengan tempat tinggal lama yang ramai. Sekitar kurang lebih 1 tahun, rumah baru selesai dan kita pindah.

Rumah Ketiga.
Rumah dengan nomer 31 blok A ini lumayan syerem. Konon katanya tanah ini dulunya bekas kuburan. Rumah kami lumayan besar dengan dapur dan ruang makan terpisah. Seperti yang udah aku bilang, disini keadaannya jauh berbeda dengan tempat tinggal kami yang di Pasir Putih. Sepi, orangnya lu-lu gua-gua. Adalah beberapa tetangga yang kita kenal, selebihnya asing. Aku disitu udah nggak liar lagi. Gimana mau liar rumah dipager tinggi (tapi tetep pernah dipanjatin sama aku) terus tertutup. Eh tapi kata siapa ngga liar, liar kok masih manjat-manjat pohon di lorong depan. Disini adikku dilahirkan. Pada saat itu keluarga kami sedang jaya-jayanya. Ayahku waktu itu masih berprofesi sebagai kontraktor alat berat. Masih sering gonta-ganti mobil pribadi. Punya angkot merah juga buat penghasilan tambahan. Pokonya lagi seneng lah itu. Tapi kalo boleh jujur rumah itu serem buat aku. Mulai dari SD sampai kelas 1 SMA aku tinggal disana, terus kita pindah. Entah apa alasannya, mungkin karna orang-orangnya yang terlalu individualistis, tapi nggak tau juga lah ya. Rumah itu buat Ayahku sama kayak investasi juga sih.

Rumah Keempat
Lokasinya di Beringin, di gang Mitra, kita ngontrak (lagi). Rumah yang cukup gede tapi nggak berpagar ini lumayan menyeramkan. Serius. Aku pernah nyobain tidur sendirian tapi baru bisa tidur jam 6 pagi karna suatu hal... oke lupain. Dirumah ini kakakku nikah. Dirumah ini juga pertama kalinya ngerasain gempa bumi yang waktu itu terjadi di Sumatra Barat dan Kerinci. Inget banget waktu itu bulan puasa magrib menjelang buka ngerasain gempa lumayan kuat, sampe air kolam renang tetangga sebelah tumpah. Seperti biasa, kita ngontrak sementara disini dan sekitar 300 meter rumah baru sedang dibangun. Disini kondisi perekonomian keluarga kami mulai menurun. Sekitar setahun kita tinggal disini kemudian... pindah.

Rumah Kelima
Masih di Beringin, masih dengan konsep seperti rumah yang lama yaitu dapur terpisah (entah kenapa Ayahku suka mendisain rumah dengan dapur terpisah). Dirumah inilah aku tepatnya kami benar-benar merasakan kesulitan bahkan kepedihan dalam hidup. Kami berada dititik terendah. Kami ditimpa musibah yang cukup berat menyangkut Ayahku. Aku tidak bisa cerita dengan detail karna akan membuka luka lama keluarga kami. Yang jelas kami merasa terpukul. Selama kurang lebih 3 atau 4 tahun (aku sudah lupa), Ayahku meninggalkan rumah. Waktu itu detik-detik aku akan lulus SMA. Seperti sedang bermimpi buruk. Dirumah ini, keponakanku tersayang (Nadia) dilahirkan dan dia adalah anugerah yang diberikan Tuhan untuk menghibur kami ditengah kekalutan dan kesedihan. Oh ya, aku pernah bercita-cita kuliah di Bandung, di STSI, aku ingin mempelajari dan mengembangkan bakat menariku. Tapi impian itu harus kukubur dalam-dalam. Aku ikut tes masuk perguruan tinggi negeri mengambil jurusan Bahasa Inggris atau Bahasa Indonesia karna latar belakangku dulu waktu SMA adalah Bahasa, tapi aku tidak lulus. Ibuku sempat menawariku masuk perguruan tinggi swasta, tapi aku sadar kami sedang susah. Belum lagi adikku yang akan melanjutkan ke SMP. Aku harus mengalah untuk sementara waktu. Tidak mungkin aku membiarkan Ibuku berhutang untuk memasukanku ke perguruan tinggi. Aku mengalah, menunda kuliah selama satu tahun. Aku mencari pekerjaan kesana-sini. Pernah nyaris menjadi sales door-to-door tapi Ibuku tidak mengizinkan aku bekerja seperti itu. Sempat bekerja disuatu tempat tapi tidak sampai sebulan. Saat itu aku mendapat shift siang dari jam 1 sampai jam 10 malam dan saat itu bulan puasa, aku tidak sanggup dan menyerah, aku merasa sedih tidak bisa melaksanakan moment berbuka puasa dengan keluarga dirumah. Aku keluar bahkan tanpa mengambil gaji sepeserpun. Ayahku sempet pulang beberapa bulan lalu kemudian pergi lagi, tapi kali ini meninggalkan uang di tabunganku untuk bekalku kuliah. Saat itu aku berhasil masuk Universitas Jambi Fakultas Ekonomi. Ya, pada akhirnya aku adalah mahasiswi salah jurusan. Sudah terlanjur terjebak disana ya sudah lanjutkan sampai tamat. Pasti ada hikmah yang akan diberikan Allah padaku. Pada saat kuliah aku mencari uang jajan sendiri disamping uang jajan yang sudah diberikan Ibuku yang sebenarnya tidak cukup untuk kebutuhan kuliah, belum lagi uang transportasi, karna kampusku lumayan jauh. Aku berjualan. Aku menjual garment, coklat, makanan, aksesoris, dan lain-lain. Aku ikut beberapa MLM, malu? enggak... Aku ngga pernah malu ikut MLM. Aku merasakan kok hasilnya. Beruntungnya Ayahku menyimpan uang beberapa juta di rekeningku untuk kebutuhan kuliah (uang semester), jadi uangnya bisa aku putar-putar. Rencana Allah kita tidak pernah tahu. Seperti yang Allah katakan, Dia tidak akan membebani kita dengan sesuatu yang tidak kita sanggupi. Pedih memang, sakit, tidak ada menoleh kami saat kami berada dititik terendah. Belum lagi dirumah tersebut ditinggali seseorang yang waktu itu masih menjadi bagian dari keluarga kami. Tapi sejujurnya, aku kurang menyukai orang tersebut. Dia terlalu sering menyakiti hati Ibuku. Dia yang seharusnya menggantikan figur Ayah kami yang saat itu sedang tidak ada, malah berbuat semena-mena dirumah kami. Memang benar, doa orang teraniaya diijabah oleh Allah. Orang itu keluar dari rumah kami dan tidak lagi menjadi bagian dari keluarga kami lagi, walaupun saat ini kadang masih bertemu karna kepentingannya menemui keponakanku. Banyak sekali hal-hal yang menyedihkan terjadi dirumah itu. Tangis dan air mata bukanlah hal asing disana. Tapi kami memiliki tetangga yang baik, yang sedikit banyak membantu kami. Juga rumah itu adalah rumah pertama yang didatangi pacarku yang sekarang (Mr. AN) untuk aktifitas apel. Dia yang menggantikan figur ayahku untuk menjaga dan melindungiku, mentransfer kekuatan untukku. Kami berhasil melewati masa-masa menyedihkan itu, Desember 2013 Ayahku pulang. Barang-barang dirumah itu sudah banyak yang terjual untuk memenuhi kebutuhan kami. Ayahku menjual rumah itu. Kami ingin meninggalkan segala luka perih dan kepahitan yang terjadi disana. Kami ingin membuka lembaran baru. Rumah terjual, April 2014 kami pindah.

Rumah Keenam
Sebuah ruko 2 lantai, iya... ngontrak lagi. Ibuku melanjutkan usaha skala kecil yang telah dibukanya sejak 2006. Ayahku membeli angkot (lagi) sebagai sumber rezeki kami, kali ini 2 buah. Ruko yang terletak dikawasan Panca karya Talang Banjar itu sangat ramai dengan hiruk pikuk keadaan sekitarnya. Ruko sebelah kiri ada bengkel las yang kadang beroperasi sampai tengah malam. Sementara sebelah kanan ada bengkel dan cucian motor. Suasana yang ramai dan berisik. Banyak anak kecil. Aku pernah punya resolusi yaitu berani tidur sendirian (iya, aku penakut) dan terlaksana di ruko tersebut. Bahkan aku ditinggal sendirian beberapa hari dirumah itu karna yang lainnya berangkat kerumah keluarga di Sabak. Aku merasa menang, hehehe. Dan satu lagi, aku tidur sendirian dengan lampu dipadamkan! (bangga). Tapi disana kurang aman. Tape dan aki mobil Ayahku dicuri maling. Ada insiden Ayahku dan si maling duel, dan akhirnya si maling salim tangan Ayahku, minta maaf (ppffft). Jadi Ayah dan Ibuku harus tidur dilantai bawah dengan atribut tidur seadanya karna takut ada maling lagi, disana banyak tikusnya, itu bikin aku sedih. Tapi yang bikin senengnya aku sama patjar suka naek keatas loteng, berpelukan dibawah cahaya bulan dan gemerlap bintang, how sweet :'). Setelah itu Ayahku cari-cari tanah kosong untuk bangun rumah lagi. Dapet di Kasang Pudak, pertama kali kesana lihat-lihat jujur aku sedih. Jauh banget Ya Allah, aku nggak tega sama pacarku yang bakalan jauh banget kalo mau berkunjung. Aku berdoa dalam hati, jangan disini ya, Ya Allah, jangan disini. Nah, pas udah mau mulai bangun ternyata tanahnya bermasalah, sertifikat tanah nggak ada. Uang udah dibayar Ayahku. Dibalikin dan Alhamdulillah nggak jadi pindah kesana. Terimakasih Ya Allah doaku dikabulin lagi. Jadi cari-cari-cari tanah, dapatlah di Eka Jaya. Lumayan, ngga begitu jauhlah dibanding Kasang Pudak. Bangun rumah sederhana disana, bulan Maret 2015 pindaaaah lagiiiii.

Rumah Ketujuh
Rumah yang aku tinggali saat ini. Rumah sederhana bercat abu-abu terus warna orange dibagian depan atas (sumpah ngga matching banget). Rumah ini ngga sebesar rumah yang udah-udah, dan kali ini dapurnya tidak terpisah (yay! jadi ngga takut kalo mau kedapur malem-malem). Gapapa ngga besar, biar gampang beresin dan bersihinnya. Rumah ini sebetulnya didalam gang, ngga ada jalan didalam gang itu alias buntu. Cuma ada 4 rumah didalam gang. Nggak ada suara hiruk pikuk kendaraan lewat, paling sehari cuma ada 2 atau 3 motor yang lewat. Suasana hening kontras dengan suasana ruko. Tapi jujur aku suka. Kita baru sebulan tinggal disini. Ayahku dan aku mulai merintis karir. Banyak doa dan harapan kami dirumah ini. Semoga lebih baik kedepannya baik itu kehidupan, rezeki, maupun ibadah kami. Aamiin :')

Tidak ada komentar: