Malam di bulan Oktober tahun 2009. Pertama kali aku mendengar suaranya via telepon. Dia memperkenalkan dirinya singkat. Seorang mahasiswa semester 5. Atas rekomendasi seorang teman, dia mendapatkan nomor ponselku dan menghubungiku. Malam itu, kami bercerita panjang lebar, sesekali kami bernyanyi duet, seolah sudah kenal akrab dan lama.
"Janji ya, besok pagi kita ketemu. Inget, jangan pake mandi. Biarin aja muka bantal baru tidur. Oke Yak..."
Pagi itu seusai mengantar sekolah adikku, kami bertemu dipinggir jalan disuatu tempat. Kami berkenalan secara resmi setelah sebelumnya berkenalan ditelpon.
"Eh bener kan nggak mandi. Apa jangan-jangan udah nih..."
"Belum. Serius"
"Tapi belum mandi kok cantik sih"
"Errr..."
Tidak lama setelah pertemuan pertama yang agak absurd itu, kami resmi menjalin hubungan. Entah kenapa aku begitu cepat jatuh cinta padanya. Aku merasa nyaman. Dia berhasil membuatku move on dari mantan lama yang membuatku beku bertahun-tahun. Seringkali aku diajak jalan bersama dengan teman-temannya. Jarang sekali kami jalan berdua saja.
Malam minggu itu kami berjanji akan kencan berdua saja. Dia tahu aku merasa tidak nyaman jika setiap kali jalan harus bersama teman-temannya. Malam itu dia minta ditemani futsal, setelah selesai futsal baru kita jalan. Sebetulnya aku kurang nyaman, karna aku satu-satunya perempuan yang ada disana.
Selesai futsal handphone miliknya berdering. Dia menjauh untuk mengangkat telpon, tapi tetap saja aku mendengar pembicaraannya.
"Oh ya. Dimana? Oh oke oke, aku nyusul kesana..."
Setelah menutup telpon dia kembali menghampiriku.
"Yak, kayaknya kita pending dulu ya jalan-jalannya. Kakak cape nih abis main futsal, mau istirahat. Gapapa kan yak..." katanya sembari mengacak-acak rambutku.
"Oh... iya gapapa kok kak gapapa"
Itu adalah kebodohanku yang pertama...
Keesokan harinya dia datang kerumah dengan tiba-tiba. Aku tidak menyinggung kejadian semalam, tetapi dia membicarakan sesuatu tentang penampilanku semalam.
"Yak, kalo jalan sama kaka jangan pake hak tinggilah. Terus nggak usah pake-pake bando, kesannya kekanakan. Baju juga jangan pake yang ketat, terus jangan sampe keluar rumah pake celana pendek, kakak ngga suka lihat cewek pake celana-celana pendek..."
Bla bla bla.. dia bicara panjang lebar mengkritik penampilanku semalam. Malam itu aku mengenakan hareem pants dibawah lutut (sama sekali bukan celana pendek), baju lengan panjang yang memang agak ketat dan bando pita putih. Lagi-lagi aku mengangguk mengiyakan ucapannya.
Beberapa hari kemudian. Sore itu aku mengirimkan message ke nomor ponselnya.
"Lagi dimana kak, lagi apa?"
"Lagi mau tidur nih, ngantuk banget sumpah"
"Oh, ya deh tidur aja kak. Maaf ganggu ya"
Tidak ada balasan lagi setelah itu. Sekitar 30 menit kemudian dia melintas didepan mataku bersama teman-temannya. Lantas dia membawaku berjalan-jalan sebentar.
"Tadi kakak ngantuk banget yak. Tadi itu sampe ketiduran didalam kelas, hehe, ini baru pulang ngampus..."
Aku cuma mengiyakan. Aku sama sekali tida sreg membahas hal itu. Sejak saat itu aku berjanji tidak akan memulai duluan percakapan basa-basi atau memberi kabar melalui pesan singkat. Tidak lagi, kecuali jika benar-benar penting.
Sore itu aku kencan berdua dengannya. Makan ditempat biasa yang sering kami kunjungi.
"Bentar lagi tahun baru, 3 hari lagi. Kita jalan ya yak, jangan bikin acara sama teman-teman, sama kakak aja..."
Ingat sekali dia bilang seperti itu. Tapi nyatanya malam itu bahkan dia tidak memberi kabar. Karna aku sudah berjanji tidak akan menghubungi dia terlebih dahulu, jadi aku biarkan. Malam itu hujan, fikirku dia tidak keluar kemana-mana.
Keesokan harinya dia datang membawa cerita tahun barunya, tanpa dosa...
"Semalem kakak keluar sama temen yak. Kita kesini kesini abis itu kesitu sampe..." Bla bla bla dia cerita panjang lebar. Aku cuma bisa diam dan berusaha memaafkan, untuk yang kesekian kali. Mungkin prioritas utama dalam hidupnya adalah teman-temannya. Dan aku tidak lebih penting dari mereka.
Setelah hari itu aku sempat datang kerumahnya untuk membantunya mengerjakan sesuatu. Kami masih bicara di telpon untuk beberapa malam, setelah itu dia menghilang. Tanpa ada kabar...
Berminggu bahkan berbulan-bulan tak ada kabar. Dan aku tidak akan mengingkari janji pada diriku sendiri untuk tidak menghubunginya terlebih dahulu, apalagi untuk datang kerumahnya untuk mencarinya. Tidak. Aku tidak akan melakukan hal itu. Meskipun aku harus menangis setiap hari karna merindukan dia. Tapi aku tak akan pernah mencarinya. Aku anggap hubungan ini berakhir...
Waktu berlalu. Aku memasuki dunia kampus. Berkutat dengan tugas-tugas kuliah membuatku sedikit melupakannya. Disela-sela mencari tugas kampus diinternet, aku membuka facebook. Secara tidak disengaja aku menemukan akun facebook dengan foto profil dia, tetapi nama yang berbeda. Aku add akun itu, tidak lama ia mengkonfirmasi.
"Apa kabar Dek? Kirimin nomor handphone boleh..."
Dia menginbox ku dengan pesan diatas. Aku mengiyakan permintaannya, mengirim nomor hapeku.
Itu kebodohanku yang kesekian kalinya...
Kami lumayan sering mengobrol via sms. Seringkali dia memberi perhatian dan memakai panggilan "sayang" yang membuat senang bukan main. Dia mengajak aku jalan. Aku ingat, dia mengajakku jalan pada hari Sabtu. Aku cukup happy dan langsung menerima ajakannya. Saat itu aku memang merindukannya, dan berharap dia menjelaskan sesuatu tentang hubungan kita.
Tapi lagi-lagi dia ingkar janji. Tak ada kabar, tak ada alasan. Hari itu kami tidak jadi jalan.
Hingga beberapa hari kemudian dia datang kerumah, aku senang bukan kepalang. Ingin rasanya menghambur kepelukannya melepas rasa rindu yang bergejolak selama ini. Tapi aku tidak akan melakukan itu, mengingat status kita yang tidak jelas.
Hari itu kami jalan kerumah salah satu temannya (perempuan). Aku sudah mengenal perempuan itu sebelumnya, teman kuliah dia. Hari itu aku menyesal bertemu dengannya. Dia bahkan merayu temannya sendiri tepat dihadapanku.
"Sudahlah sob, putusin aja dia. Bukan jodohmu tuh. Lupain dia, buka pintu hati untuk yang lain. Lagian siapa tau kalo jodoh kamu itu ternyata teman kamu sendiri, ya nggak..."
What the hell... apa-apaan ini. Kenapa aku bisa masuk dalam obrolan mereka. Aku menyesal kenapa mau aja diajakin kesini.
Sejak hari itu aku berniat benar-benar melupakan dia. Aku jadian dengan pria yang satu kampus denganku.
Tapi lagi-lagi dia muncul.
"Kakak kangen banget sama kamu yak, ayolaaah kita jalan. Pliissss..."
"Maaf kak, tapi aku nggak bisa. Aku ngga mau bikin pacarku salah paham"
"Pliss yak plisss kita cuma jalan, ngga ngapa-ngapain. Ya pliss ya, sekali aja. Kakak pengen ketemu Iyak"
"Maaf aku nggak bisa kak..."
Aku memutuskan percakapan via telpon tersebut. Entah kenapa dia seakan tidak rela saat aku dekat dengan pria lain. Tidak sampai seminggu hubunganku dengan pacar baruku kandas. Dia mengetahui berita tersebut, mungkin dari status hubungan difacebookku yang semula "In relationship with..." menjadi "Lajang".
Setelah beberapa lama akhirnya dia muncul lagi. Dan kebodohanku kembali terulang. Aku menerima ajakannya untuk jalan. Mulanya aku merasa senang. Aku bisa kembali duduk diboncengan sepeda motornya seperti dulu. Aku bisa merasakan aroma parfumnya yang khas dari dekat. Pada hari itu kami menonton film Men In Black di twentyone. Setelah itu kita duduk-duduk di coffe shop. Dia bercerita tentang pacarnya yang membuat aku sedikit shock.
"Ciee yang baru abis putus, belum bisa move on dari kakak tuh. Oh, kakak sekarang lagi berantem sama cewek kakak. Dia tu kekanakan yak, udah gitu cemburuan, kakak males kayak gitu. Udah kakak cuekin aja, dia telpon-telponin kakak terus nih tapi nggak kakak angkat..."
"Kakak nyuekin pacar kakak terus jalan sama aku?"
"Iya abis kakak bosen. Lagian kenapa emangnya, kakak kan nggak selingkuh. Kakak kan jalan sama adek kakak sendiri, kita kan kakak adeeek, ya kan yak..."
"Oh... iya kak"
Aku tersenyum getir. Hatiku benar-benar hancur. Masuk ke "kakak-adek-zone" yang sama sekali tidak aku inginkan. Dia sama sekali tidak tau seberapa besar perasaan yang aku miliki untuknya. Berharap bisa mendapatkan kembali kejelasan hubungan kami yang selama ini menggantung, tapi kenyataan pahit seperti ini yang aku terima. Cinta dan bodoh itu beda tipis.
Kakak-adek... Well... Tapi aku tidak bisa. Aku tidak bisa.
Kali ini aku berniat benar-benar ingin menghapusnya dari hidupku. Aku ganti nomor ponselku dengan yang baru. Sebisa mungkin aku habiskan waktu bermain dengan teman-teman kampusku. Aku harus bisa melupakan dia yang seenaknya datang dan pergi di hidupku begitu saja.
Tapi lagi lagi dan lagi dia mengirim pesan melalui inbox facebook.
"Dek, kirim pin bbm nya ya, plisss..."
Dan aku mengikuti pintanya seperti biasa, aku kirim pin blackberry messengerku. Kami kembali menjalin komunikasi via bbm. Dia masih memanggilku dengan kata "sayang" yang mulanya membuat hatiku sedikit luluh, tapi kembali hancur berkeping-keping karna curhatannya. Harusnya aku tahu diri, aku cuma "adik" baginya, tempat dia membuang segala uneg-uneg dikepalanya.
"Iya itu foto cewek kakak yang sekarang. Cantik kan, Dek?"
Aku melihat foto seorang wanita dengan tubuh proporsional, cantik, putih, berambut panjang, dan... mengenakan hotpants plus higheels. Bukankah dia pernah melarangku mengenakan heels dan juga hotpants. Tapi kok sekarang... ah sudahlah. Aku menepis ingatanku tentang masa lalu itu.
Yang jelas wanita itu jauh lebih cantik dari aku. Aku cuma bisa mendoakan dia...
"Semoga langgeng ya... jangan sampe disakitin ya Kak. Sayang soalnya cantik banget.."
Air mataku mengalir ketika menuliskan message itu.
Hingga beberapa waktu kemudian dia curhat lagi. Dia putus dengan wanita itu. Fikirku dialah yang menyakiti wanita itu. Tapi dia menjelaskan sesuatu padaku (melalui bbm).
"Cantik sih cantik, Dek. Tapi materialistis. Kakak udah habis-habisan ngasih apa yang dia mau. Uang gaji kakak nyaris ke dia semua. Hehehe... Udah gitu kakak ditinggalin. Dia udah punya pacar baru. Kasian kakak ya..."
"Sabar ya Kak... Bukan jodoh. Orang baik pasti jodohnya orang baik juga..."
"Hehe amin Dek. Tapi sekarang udah ada yang gantiin kok. Ada adik tingkat kakak dulu waktu dikampus..."
Secepat itu dia mengganti perempuan demi perempuan dihatinya. Sementara aku masih terjebak pada perasaan yang sama.
Waktu berlalu, kita mulai jarang berkomunikasi. Ini adalah kesempatanku untuk "move on". Aku mendelete kontak bbm nya. Berusaha untuk tidak membuka facebook, agar tidak melihat statusnya yang membuat hatiku terbakar. Sedikit demi sedikit aku mulai lupa. Hingga aku jadian dengan pacarku yang sekarang.
Iya, aku sudah mulai lupa. Pria yang ada disampingku saat ini benar-benar memulihkan luka parah yang ada dihatiku. Mengumpulkan puing-puing hati yang hancur lebur untuk kemudian disatukan kembali. Sakit dan airmata menjadi bahagia sejak kehadiran pria itu.
Lama tak membuka facebook, iseng aku buka, mengganti foto profilku dengan fotoku berdua dengan pacarku yang sekarang (foto waktu aku dan pacarku wisuda).
"Itu siapa Dek, cowok baru? Atau cuma temen kuliah..."
Dan... dia muncul lagi di inbox facebook.
"Bukan cowok baru kak, udah lama, udah 2 tahun..."
"Serius? Ah bohong adek nih. Emang bisa move on dari kakak... Hahaha..."
"Alhamdulillah bisa :)"
Buru-buru aku log out dari facebook. Membaca pesannya membuat kepalaku pusing. Aku sudah tidak mau tau apa-apa lagi tentangnya.
Selang beberapa bulan aku buka facebook lagi, iseng karna insomnia. Ada pesan dari dia (lagi) dan lumayan panjang...
"Dek, tolonglah kasih pin/nomor atau apalah yang bisa dihubungi. Kakak butuh adek. Bukan sebagai "adek" lagi, tapi sebagai pacar atau pendamping. Cewek-cewek lain ngga ada yang cocok, nggak sebaik adek. Sekarang, kalau bisa dibilang mapan kakak udah mapan, dek. Kakak minta tolong, kembalilah. Kakak serius, betul-betul serius. Tolong kasih kakak nomor yang bisa dihubungi, atau kasih tau alamat adek yang sekarang. Biar kakak cari..."
Kali ini hatiku tidak luluh sama sekali. Aku sudah mengubur cinta untuknya dalam-dalam bersama dengan rasa sakitku. Kali ini aku akan tegas.
"Maaf Kak. Tapi kali ini aku sudah menemukan apa yang aku cari. Aku sayang dengan pria yang ada disampingku saat ini. Tidak ada alasan dan tidak ada seujung kuku pun niat untuk meninggalkannya. Aku tidak akan menyakitinya apalagi menyia-nyiakannya. Aku tidak benci kakak, hanya saja aku tidak akan memberi kesempatan orang yang sudah menyakiti masuk kembali kedalam hidup aku, dan memberi cerita lagi, tidak akan kuizinkan. Sekarang ini, sepertinya menjadi tidak saling mengenal adalah yang terbaik. Kita saling memaafkan ajalah, untuk seterusnya kita jalan masing-masing. Maaf ya kak :)"
Kira-kira kurang lebih seperti itulah balasan dariku (tentunya dengan menggunakan bahasa daerahku ya). Itu terakhir kali kita berkomunikasi. Aku hapus semua pesan-pesannya dan me remove akun facebooknya dari daftar petemananku.
Aku sangat berterima kasih pada Tuhan atas segala pelajaran yang Dia berikan. Aku tahu persis bagaimana rasanya sakit dan patah hati, sehingga aku tidak tega berbuat hal yang sama pada orang lain. Sekarang aku sudah melupakannya, aku tidak ingat wajahnya lagi, hanya yang kuingat sepenggal cerita kami yang akan kujadikan pelajaran berharga untuk kedepannya.