Senin, 20 April 2015

Sepenggal Cerita Hati yang Pernah Patah

Malam di bulan Oktober tahun 2009. Pertama kali aku mendengar suaranya via telepon. Dia memperkenalkan dirinya singkat. Seorang mahasiswa semester 5. Atas rekomendasi seorang teman, dia mendapatkan nomor ponselku dan menghubungiku. Malam itu, kami bercerita panjang lebar, sesekali kami bernyanyi duet, seolah sudah kenal akrab dan lama. 

"Janji ya, besok pagi kita ketemu. Inget, jangan pake mandi. Biarin aja muka bantal baru tidur. Oke Yak..."

Pagi itu seusai mengantar sekolah adikku, kami bertemu dipinggir jalan disuatu tempat. Kami berkenalan secara resmi setelah sebelumnya berkenalan ditelpon.

"Eh bener kan nggak mandi. Apa jangan-jangan udah nih..."
"Belum. Serius"
"Tapi belum mandi kok cantik sih"
"Errr..."

Tidak lama setelah pertemuan pertama yang agak absurd itu, kami resmi menjalin hubungan. Entah kenapa aku begitu cepat jatuh cinta padanya. Aku merasa nyaman. Dia berhasil membuatku move on dari mantan lama yang membuatku beku bertahun-tahun. Seringkali aku diajak jalan bersama dengan teman-temannya. Jarang sekali kami jalan berdua saja.

Malam minggu itu kami berjanji akan kencan berdua saja. Dia tahu aku merasa tidak nyaman jika setiap kali jalan harus bersama teman-temannya. Malam itu dia minta ditemani futsal, setelah selesai futsal baru kita jalan. Sebetulnya aku kurang nyaman, karna aku satu-satunya perempuan yang ada disana. 

Selesai futsal handphone miliknya berdering. Dia menjauh untuk mengangkat telpon, tapi tetap saja aku mendengar pembicaraannya.

"Oh ya. Dimana? Oh oke oke, aku nyusul kesana..."

Setelah menutup telpon dia kembali menghampiriku.

"Yak, kayaknya kita pending dulu ya jalan-jalannya. Kakak cape nih abis main futsal, mau istirahat. Gapapa kan yak..." katanya sembari mengacak-acak rambutku.

"Oh... iya gapapa kok kak gapapa"

Itu adalah kebodohanku yang pertama...

Keesokan harinya dia datang kerumah dengan tiba-tiba. Aku tidak menyinggung kejadian semalam, tetapi dia membicarakan sesuatu tentang penampilanku semalam.

"Yak, kalo jalan sama kaka jangan pake hak tinggilah. Terus nggak usah pake-pake bando, kesannya kekanakan. Baju juga jangan pake yang ketat, terus jangan sampe keluar rumah pake celana pendek, kakak ngga suka lihat cewek pake celana-celana pendek..."

Bla bla bla.. dia bicara panjang lebar mengkritik penampilanku semalam. Malam itu aku mengenakan hareem pants dibawah lutut (sama sekali bukan celana pendek), baju lengan panjang yang memang agak ketat dan bando pita putih. Lagi-lagi aku mengangguk mengiyakan ucapannya.

Beberapa hari kemudian. Sore itu aku mengirimkan message ke nomor ponselnya.

"Lagi dimana kak, lagi apa?"
"Lagi mau tidur nih, ngantuk banget sumpah"
"Oh, ya deh tidur aja kak. Maaf ganggu ya"

Tidak ada balasan lagi setelah itu. Sekitar 30 menit kemudian dia melintas didepan mataku bersama teman-temannya. Lantas dia membawaku berjalan-jalan sebentar.

"Tadi kakak ngantuk banget yak. Tadi itu sampe ketiduran didalam kelas, hehe, ini baru pulang ngampus..."

Aku cuma mengiyakan. Aku sama sekali tida sreg membahas hal itu. Sejak saat itu aku berjanji tidak akan memulai duluan percakapan basa-basi atau memberi kabar melalui pesan singkat. Tidak lagi, kecuali jika benar-benar penting.

Sore itu aku kencan berdua dengannya. Makan ditempat biasa yang sering kami kunjungi.

"Bentar lagi tahun baru, 3 hari lagi. Kita jalan ya yak, jangan bikin acara sama teman-teman, sama kakak aja..."

Ingat sekali dia bilang seperti itu. Tapi nyatanya malam itu bahkan dia tidak memberi kabar. Karna aku sudah berjanji tidak akan menghubungi dia terlebih dahulu, jadi aku biarkan. Malam itu hujan, fikirku dia tidak keluar kemana-mana.

Keesokan harinya dia datang membawa cerita tahun barunya, tanpa dosa...

"Semalem kakak keluar sama temen yak. Kita kesini kesini abis itu kesitu sampe..." Bla bla bla dia cerita panjang lebar. Aku cuma bisa diam dan berusaha memaafkan, untuk yang kesekian kali. Mungkin prioritas utama dalam hidupnya adalah teman-temannya. Dan aku tidak lebih penting dari mereka.

Setelah hari itu aku sempat datang kerumahnya untuk membantunya mengerjakan sesuatu. Kami masih bicara di telpon untuk beberapa malam, setelah itu dia menghilang. Tanpa ada kabar...

Berminggu bahkan berbulan-bulan tak ada kabar. Dan aku tidak akan mengingkari janji pada diriku sendiri untuk tidak menghubunginya terlebih dahulu, apalagi untuk datang kerumahnya untuk mencarinya. Tidak. Aku tidak akan melakukan hal itu. Meskipun aku harus menangis setiap hari karna merindukan dia. Tapi aku tak akan pernah mencarinya. Aku anggap hubungan ini berakhir...

Waktu berlalu. Aku memasuki dunia kampus. Berkutat dengan tugas-tugas kuliah membuatku sedikit melupakannya. Disela-sela mencari tugas kampus diinternet, aku membuka facebook. Secara tidak disengaja aku menemukan akun facebook dengan foto profil dia, tetapi nama yang berbeda. Aku add akun itu, tidak lama ia mengkonfirmasi.

"Apa kabar Dek? Kirimin nomor handphone boleh..."

Dia menginbox ku dengan pesan diatas. Aku mengiyakan permintaannya, mengirim nomor hapeku.

Itu kebodohanku yang kesekian kalinya...

Kami lumayan sering mengobrol via sms. Seringkali dia memberi perhatian dan memakai panggilan "sayang" yang membuat senang bukan main. Dia mengajak aku jalan. Aku ingat, dia mengajakku jalan pada hari Sabtu. Aku cukup happy dan langsung menerima ajakannya. Saat itu aku memang merindukannya, dan berharap dia menjelaskan sesuatu tentang hubungan kita.

Tapi lagi-lagi dia ingkar janji. Tak ada kabar, tak ada alasan. Hari itu kami tidak jadi jalan.

Hingga beberapa hari kemudian dia datang kerumah, aku senang bukan kepalang. Ingin rasanya menghambur kepelukannya melepas rasa rindu yang bergejolak selama ini. Tapi aku tidak akan melakukan itu, mengingat status kita yang tidak jelas.

Hari itu kami jalan kerumah salah satu temannya (perempuan). Aku sudah mengenal perempuan itu sebelumnya, teman kuliah dia. Hari itu aku menyesal bertemu dengannya. Dia bahkan merayu temannya sendiri tepat dihadapanku.

"Sudahlah sob, putusin aja dia. Bukan jodohmu tuh. Lupain dia, buka pintu hati untuk yang lain. Lagian siapa tau kalo jodoh kamu itu ternyata teman kamu sendiri, ya nggak..."

What the hell... apa-apaan ini. Kenapa aku bisa masuk dalam obrolan mereka. Aku menyesal kenapa mau aja diajakin kesini.

Sejak hari itu aku berniat benar-benar melupakan dia. Aku jadian dengan pria yang satu kampus denganku.
Tapi lagi-lagi dia muncul.

"Kakak kangen banget sama kamu yak, ayolaaah kita jalan. Pliissss..."
"Maaf kak, tapi aku nggak bisa. Aku ngga mau bikin pacarku salah paham"
"Pliss yak plisss kita cuma jalan, ngga ngapa-ngapain. Ya pliss ya, sekali aja. Kakak pengen ketemu Iyak"
"Maaf aku nggak bisa kak..."

Aku memutuskan percakapan via telpon tersebut. Entah kenapa dia seakan tidak rela saat aku dekat dengan pria lain. Tidak sampai seminggu hubunganku dengan pacar baruku kandas. Dia mengetahui berita tersebut, mungkin dari status hubungan difacebookku yang semula "In relationship with..." menjadi "Lajang".

Setelah beberapa lama akhirnya dia muncul lagi. Dan kebodohanku kembali terulang. Aku menerima ajakannya untuk jalan. Mulanya aku merasa senang. Aku bisa kembali duduk diboncengan sepeda motornya seperti dulu. Aku bisa merasakan aroma parfumnya yang khas dari dekat. Pada hari itu kami menonton film Men In Black di twentyone. Setelah itu kita duduk-duduk di coffe shop. Dia bercerita tentang pacarnya yang membuat aku sedikit shock.

"Ciee yang baru abis putus, belum bisa move on dari kakak tuh. Oh, kakak sekarang lagi berantem sama cewek kakak. Dia tu kekanakan yak, udah gitu cemburuan, kakak males kayak gitu. Udah kakak cuekin aja, dia telpon-telponin kakak terus nih tapi nggak kakak angkat..."
"Kakak nyuekin pacar kakak terus jalan sama aku?"
"Iya abis kakak bosen. Lagian kenapa emangnya, kakak kan nggak selingkuh. Kakak kan jalan sama adek kakak sendiri, kita kan kakak adeeek, ya kan yak..."
"Oh... iya kak"

Aku tersenyum getir. Hatiku benar-benar hancur. Masuk ke "kakak-adek-zone" yang sama sekali tidak aku inginkan. Dia sama sekali tidak tau seberapa besar perasaan yang aku miliki untuknya. Berharap bisa mendapatkan kembali kejelasan hubungan kami yang selama ini menggantung, tapi kenyataan pahit seperti ini yang aku terima. Cinta dan bodoh itu beda tipis.

Kakak-adek... Well... Tapi aku tidak bisa. Aku tidak bisa.

Kali ini aku berniat benar-benar ingin menghapusnya dari hidupku. Aku ganti nomor ponselku dengan yang baru. Sebisa mungkin aku habiskan waktu bermain dengan teman-teman kampusku. Aku harus bisa melupakan dia yang seenaknya datang dan pergi di hidupku begitu saja.

Tapi lagi lagi dan lagi dia mengirim pesan melalui inbox facebook.

"Dek, kirim pin bbm nya ya, plisss..."

Dan aku mengikuti pintanya seperti biasa, aku kirim pin blackberry messengerku. Kami kembali menjalin komunikasi via bbm. Dia masih memanggilku dengan kata "sayang" yang mulanya membuat hatiku sedikit luluh, tapi kembali hancur berkeping-keping karna curhatannya. Harusnya aku tahu diri, aku cuma "adik" baginya, tempat dia membuang segala uneg-uneg dikepalanya.

"Iya itu foto cewek kakak yang sekarang. Cantik kan, Dek?"

Aku melihat foto seorang wanita dengan tubuh proporsional, cantik, putih, berambut panjang, dan... mengenakan hotpants plus higheels. Bukankah dia pernah melarangku mengenakan heels dan juga hotpants. Tapi kok sekarang... ah sudahlah. Aku menepis ingatanku tentang masa lalu itu.

Yang jelas wanita itu jauh lebih cantik dari aku. Aku cuma bisa mendoakan dia...

"Semoga langgeng ya... jangan sampe disakitin ya Kak. Sayang soalnya cantik banget.."

Air mataku mengalir ketika menuliskan message itu.

Hingga beberapa waktu kemudian dia curhat lagi. Dia putus dengan wanita itu. Fikirku dialah yang menyakiti wanita itu. Tapi dia menjelaskan sesuatu padaku (melalui bbm).

"Cantik sih cantik, Dek. Tapi materialistis. Kakak udah habis-habisan ngasih apa yang dia mau. Uang gaji kakak nyaris ke dia semua. Hehehe... Udah gitu kakak ditinggalin. Dia udah punya pacar baru. Kasian kakak ya..."
"Sabar ya Kak... Bukan jodoh. Orang baik pasti jodohnya orang baik juga..."
"Hehe amin Dek. Tapi sekarang udah ada yang gantiin kok. Ada adik tingkat kakak dulu waktu dikampus..."

Secepat itu dia mengganti perempuan demi perempuan dihatinya. Sementara aku masih terjebak pada perasaan yang sama.

Waktu berlalu, kita mulai jarang berkomunikasi. Ini adalah kesempatanku untuk "move on". Aku mendelete kontak bbm nya. Berusaha untuk tidak membuka facebook, agar tidak melihat statusnya yang membuat hatiku terbakar. Sedikit demi sedikit aku mulai lupa. Hingga aku jadian dengan pacarku yang sekarang.

Iya, aku sudah mulai lupa. Pria yang ada disampingku saat ini benar-benar memulihkan luka parah yang ada dihatiku. Mengumpulkan puing-puing hati yang hancur lebur untuk kemudian disatukan kembali. Sakit dan airmata menjadi bahagia sejak kehadiran pria itu.

Lama tak membuka facebook, iseng aku buka, mengganti foto profilku dengan fotoku berdua dengan pacarku yang sekarang (foto waktu aku dan pacarku wisuda).

"Itu siapa Dek, cowok baru? Atau cuma temen kuliah..."

Dan... dia muncul lagi di inbox facebook.

"Bukan cowok baru kak, udah lama, udah 2 tahun..."
"Serius? Ah bohong adek nih. Emang bisa move on dari kakak... Hahaha..."
"Alhamdulillah bisa :)"

Buru-buru aku log out dari facebook. Membaca pesannya membuat kepalaku pusing. Aku sudah tidak mau tau apa-apa lagi tentangnya.

Selang beberapa bulan aku buka facebook lagi, iseng karna insomnia. Ada pesan dari dia (lagi) dan lumayan panjang...

"Dek, tolonglah kasih pin/nomor atau apalah yang bisa dihubungi. Kakak butuh adek. Bukan sebagai "adek" lagi, tapi sebagai pacar atau pendamping. Cewek-cewek lain ngga ada yang cocok, nggak sebaik adek. Sekarang, kalau bisa dibilang mapan kakak udah mapan, dek. Kakak minta tolong, kembalilah. Kakak serius, betul-betul serius. Tolong kasih kakak nomor yang bisa dihubungi, atau kasih tau alamat adek yang sekarang. Biar kakak cari..."

Kali ini hatiku tidak luluh sama sekali. Aku sudah mengubur cinta untuknya dalam-dalam bersama dengan rasa sakitku. Kali ini aku akan tegas.

"Maaf Kak. Tapi kali ini aku sudah menemukan apa yang aku cari. Aku sayang dengan pria yang ada disampingku saat ini. Tidak ada alasan dan tidak ada seujung kuku pun niat untuk meninggalkannya. Aku tidak akan menyakitinya apalagi menyia-nyiakannya. Aku tidak benci kakak, hanya saja aku tidak akan memberi kesempatan orang yang sudah menyakiti masuk kembali kedalam hidup aku, dan memberi cerita lagi, tidak akan kuizinkan. Sekarang ini, sepertinya menjadi tidak saling mengenal adalah yang terbaik. Kita saling memaafkan ajalah, untuk seterusnya kita jalan masing-masing. Maaf ya kak :)"

Kira-kira kurang lebih seperti itulah balasan dariku (tentunya dengan menggunakan bahasa daerahku ya). Itu terakhir kali kita berkomunikasi. Aku hapus semua pesan-pesannya dan me remove akun facebooknya dari daftar petemananku.

Aku sangat berterima kasih pada Tuhan atas segala pelajaran yang Dia berikan. Aku tahu persis bagaimana rasanya sakit dan patah hati, sehingga aku tidak tega berbuat hal yang sama pada orang lain. Sekarang aku sudah melupakannya, aku tidak ingat wajahnya lagi, hanya yang kuingat sepenggal cerita kami yang akan kujadikan pelajaran berharga untuk kedepannya.

Minggu, 19 April 2015

Cerita Tentang Pindah Rumah

Selama 23 tahun aku hidup didunia ini (eh bentar lagi 24 ding), dari lahir sampe sekarang aku udah tinggal di 7 rumah yang berbeda. Tiga diantaranya cuma ngontrak sementara waktu. Jadi sekarang aku mau cerita tentang ketujuh rumah tersebut dan suka duka kami (aku dan keluarga) tinggal didalamnya.

Rumah Pertama
Pertama kali aku hadir kedunia ini ya dirumah itu, tepatnya di Pasir Putih Jambi Selatan. Sebetulnya itu rumah yang kedua semenjak Ayah dan Ibuku menikah. Sebelumnya di Kasang, disana kakak aku lahir, terus bangun rumah baru di Pasir Putih, terus aku lahir. Rumah yang lumayan besar karna kami punya 2 rumah dalam 1 pagar, aku nggak tau rumah yang satunya lagi untuk apaan yang jelas cuma diisi konsen pintu dan jendela seingatku. Bertetanggaan dengan sepupuku. Masa kecilku (tepatnya sebelum masuk bangku sekolah) aku habiskan disana. Semak-semak dan got-got yang ada disana adalah saksi bisu gimana nakalnya aku waktu kecil. Jatuh sana jatuh sini. Aku punya banyak temen, sebagian besar temanku adalah laki-laki. Jadi waktu itu aku agak tomboy dan seringkali dipanggil "abang". Disana aku punya kayak orang tua angkat dan abang-abang angkat yang baik banget. Sering beliin aku coklat karna aku suka banget coklat (alhasil gigiku waktu kecil hitam semua). Tapi sekarang udah ngga pernah ketemu sama mereka, pun kalau ketemu udah asing dan aku ngga mengenal mereka. Sekitar umur 7 tahun aku mulai masuk sekolah dasar di SDN 155. Cuma satu tahun disana terus pindah sekolah karna pindah rumah juga. Sedih banget waktu itu ninggalin temen-temen.

Rumah Kedua
Yang ini rumah kontrakan, di Komplek Camat. Padahal yang tinggal disitu bukan camat, ngga tau kenapa namanya Komplek Camat. Kita ngontrak di rumah nomor 5 blok A, dan sementara kita ngontrak, rumah baru sedang dibangun di blok A juga nomer 31. Mulai beradaptasi dengan lingkungan baru yang 180 derajat berbeda dengan tempat tinggal lama yang ramai. Sekitar kurang lebih 1 tahun, rumah baru selesai dan kita pindah.

Rumah Ketiga.
Rumah dengan nomer 31 blok A ini lumayan syerem. Konon katanya tanah ini dulunya bekas kuburan. Rumah kami lumayan besar dengan dapur dan ruang makan terpisah. Seperti yang udah aku bilang, disini keadaannya jauh berbeda dengan tempat tinggal kami yang di Pasir Putih. Sepi, orangnya lu-lu gua-gua. Adalah beberapa tetangga yang kita kenal, selebihnya asing. Aku disitu udah nggak liar lagi. Gimana mau liar rumah dipager tinggi (tapi tetep pernah dipanjatin sama aku) terus tertutup. Eh tapi kata siapa ngga liar, liar kok masih manjat-manjat pohon di lorong depan. Disini adikku dilahirkan. Pada saat itu keluarga kami sedang jaya-jayanya. Ayahku waktu itu masih berprofesi sebagai kontraktor alat berat. Masih sering gonta-ganti mobil pribadi. Punya angkot merah juga buat penghasilan tambahan. Pokonya lagi seneng lah itu. Tapi kalo boleh jujur rumah itu serem buat aku. Mulai dari SD sampai kelas 1 SMA aku tinggal disana, terus kita pindah. Entah apa alasannya, mungkin karna orang-orangnya yang terlalu individualistis, tapi nggak tau juga lah ya. Rumah itu buat Ayahku sama kayak investasi juga sih.

Rumah Keempat
Lokasinya di Beringin, di gang Mitra, kita ngontrak (lagi). Rumah yang cukup gede tapi nggak berpagar ini lumayan menyeramkan. Serius. Aku pernah nyobain tidur sendirian tapi baru bisa tidur jam 6 pagi karna suatu hal... oke lupain. Dirumah ini kakakku nikah. Dirumah ini juga pertama kalinya ngerasain gempa bumi yang waktu itu terjadi di Sumatra Barat dan Kerinci. Inget banget waktu itu bulan puasa magrib menjelang buka ngerasain gempa lumayan kuat, sampe air kolam renang tetangga sebelah tumpah. Seperti biasa, kita ngontrak sementara disini dan sekitar 300 meter rumah baru sedang dibangun. Disini kondisi perekonomian keluarga kami mulai menurun. Sekitar setahun kita tinggal disini kemudian... pindah.

Rumah Kelima
Masih di Beringin, masih dengan konsep seperti rumah yang lama yaitu dapur terpisah (entah kenapa Ayahku suka mendisain rumah dengan dapur terpisah). Dirumah inilah aku tepatnya kami benar-benar merasakan kesulitan bahkan kepedihan dalam hidup. Kami berada dititik terendah. Kami ditimpa musibah yang cukup berat menyangkut Ayahku. Aku tidak bisa cerita dengan detail karna akan membuka luka lama keluarga kami. Yang jelas kami merasa terpukul. Selama kurang lebih 3 atau 4 tahun (aku sudah lupa), Ayahku meninggalkan rumah. Waktu itu detik-detik aku akan lulus SMA. Seperti sedang bermimpi buruk. Dirumah ini, keponakanku tersayang (Nadia) dilahirkan dan dia adalah anugerah yang diberikan Tuhan untuk menghibur kami ditengah kekalutan dan kesedihan. Oh ya, aku pernah bercita-cita kuliah di Bandung, di STSI, aku ingin mempelajari dan mengembangkan bakat menariku. Tapi impian itu harus kukubur dalam-dalam. Aku ikut tes masuk perguruan tinggi negeri mengambil jurusan Bahasa Inggris atau Bahasa Indonesia karna latar belakangku dulu waktu SMA adalah Bahasa, tapi aku tidak lulus. Ibuku sempat menawariku masuk perguruan tinggi swasta, tapi aku sadar kami sedang susah. Belum lagi adikku yang akan melanjutkan ke SMP. Aku harus mengalah untuk sementara waktu. Tidak mungkin aku membiarkan Ibuku berhutang untuk memasukanku ke perguruan tinggi. Aku mengalah, menunda kuliah selama satu tahun. Aku mencari pekerjaan kesana-sini. Pernah nyaris menjadi sales door-to-door tapi Ibuku tidak mengizinkan aku bekerja seperti itu. Sempat bekerja disuatu tempat tapi tidak sampai sebulan. Saat itu aku mendapat shift siang dari jam 1 sampai jam 10 malam dan saat itu bulan puasa, aku tidak sanggup dan menyerah, aku merasa sedih tidak bisa melaksanakan moment berbuka puasa dengan keluarga dirumah. Aku keluar bahkan tanpa mengambil gaji sepeserpun. Ayahku sempet pulang beberapa bulan lalu kemudian pergi lagi, tapi kali ini meninggalkan uang di tabunganku untuk bekalku kuliah. Saat itu aku berhasil masuk Universitas Jambi Fakultas Ekonomi. Ya, pada akhirnya aku adalah mahasiswi salah jurusan. Sudah terlanjur terjebak disana ya sudah lanjutkan sampai tamat. Pasti ada hikmah yang akan diberikan Allah padaku. Pada saat kuliah aku mencari uang jajan sendiri disamping uang jajan yang sudah diberikan Ibuku yang sebenarnya tidak cukup untuk kebutuhan kuliah, belum lagi uang transportasi, karna kampusku lumayan jauh. Aku berjualan. Aku menjual garment, coklat, makanan, aksesoris, dan lain-lain. Aku ikut beberapa MLM, malu? enggak... Aku ngga pernah malu ikut MLM. Aku merasakan kok hasilnya. Beruntungnya Ayahku menyimpan uang beberapa juta di rekeningku untuk kebutuhan kuliah (uang semester), jadi uangnya bisa aku putar-putar. Rencana Allah kita tidak pernah tahu. Seperti yang Allah katakan, Dia tidak akan membebani kita dengan sesuatu yang tidak kita sanggupi. Pedih memang, sakit, tidak ada menoleh kami saat kami berada dititik terendah. Belum lagi dirumah tersebut ditinggali seseorang yang waktu itu masih menjadi bagian dari keluarga kami. Tapi sejujurnya, aku kurang menyukai orang tersebut. Dia terlalu sering menyakiti hati Ibuku. Dia yang seharusnya menggantikan figur Ayah kami yang saat itu sedang tidak ada, malah berbuat semena-mena dirumah kami. Memang benar, doa orang teraniaya diijabah oleh Allah. Orang itu keluar dari rumah kami dan tidak lagi menjadi bagian dari keluarga kami lagi, walaupun saat ini kadang masih bertemu karna kepentingannya menemui keponakanku. Banyak sekali hal-hal yang menyedihkan terjadi dirumah itu. Tangis dan air mata bukanlah hal asing disana. Tapi kami memiliki tetangga yang baik, yang sedikit banyak membantu kami. Juga rumah itu adalah rumah pertama yang didatangi pacarku yang sekarang (Mr. AN) untuk aktifitas apel. Dia yang menggantikan figur ayahku untuk menjaga dan melindungiku, mentransfer kekuatan untukku. Kami berhasil melewati masa-masa menyedihkan itu, Desember 2013 Ayahku pulang. Barang-barang dirumah itu sudah banyak yang terjual untuk memenuhi kebutuhan kami. Ayahku menjual rumah itu. Kami ingin meninggalkan segala luka perih dan kepahitan yang terjadi disana. Kami ingin membuka lembaran baru. Rumah terjual, April 2014 kami pindah.

Rumah Keenam
Sebuah ruko 2 lantai, iya... ngontrak lagi. Ibuku melanjutkan usaha skala kecil yang telah dibukanya sejak 2006. Ayahku membeli angkot (lagi) sebagai sumber rezeki kami, kali ini 2 buah. Ruko yang terletak dikawasan Panca karya Talang Banjar itu sangat ramai dengan hiruk pikuk keadaan sekitarnya. Ruko sebelah kiri ada bengkel las yang kadang beroperasi sampai tengah malam. Sementara sebelah kanan ada bengkel dan cucian motor. Suasana yang ramai dan berisik. Banyak anak kecil. Aku pernah punya resolusi yaitu berani tidur sendirian (iya, aku penakut) dan terlaksana di ruko tersebut. Bahkan aku ditinggal sendirian beberapa hari dirumah itu karna yang lainnya berangkat kerumah keluarga di Sabak. Aku merasa menang, hehehe. Dan satu lagi, aku tidur sendirian dengan lampu dipadamkan! (bangga). Tapi disana kurang aman. Tape dan aki mobil Ayahku dicuri maling. Ada insiden Ayahku dan si maling duel, dan akhirnya si maling salim tangan Ayahku, minta maaf (ppffft). Jadi Ayah dan Ibuku harus tidur dilantai bawah dengan atribut tidur seadanya karna takut ada maling lagi, disana banyak tikusnya, itu bikin aku sedih. Tapi yang bikin senengnya aku sama patjar suka naek keatas loteng, berpelukan dibawah cahaya bulan dan gemerlap bintang, how sweet :'). Setelah itu Ayahku cari-cari tanah kosong untuk bangun rumah lagi. Dapet di Kasang Pudak, pertama kali kesana lihat-lihat jujur aku sedih. Jauh banget Ya Allah, aku nggak tega sama pacarku yang bakalan jauh banget kalo mau berkunjung. Aku berdoa dalam hati, jangan disini ya, Ya Allah, jangan disini. Nah, pas udah mau mulai bangun ternyata tanahnya bermasalah, sertifikat tanah nggak ada. Uang udah dibayar Ayahku. Dibalikin dan Alhamdulillah nggak jadi pindah kesana. Terimakasih Ya Allah doaku dikabulin lagi. Jadi cari-cari-cari tanah, dapatlah di Eka Jaya. Lumayan, ngga begitu jauhlah dibanding Kasang Pudak. Bangun rumah sederhana disana, bulan Maret 2015 pindaaaah lagiiiii.

Rumah Ketujuh
Rumah yang aku tinggali saat ini. Rumah sederhana bercat abu-abu terus warna orange dibagian depan atas (sumpah ngga matching banget). Rumah ini ngga sebesar rumah yang udah-udah, dan kali ini dapurnya tidak terpisah (yay! jadi ngga takut kalo mau kedapur malem-malem). Gapapa ngga besar, biar gampang beresin dan bersihinnya. Rumah ini sebetulnya didalam gang, ngga ada jalan didalam gang itu alias buntu. Cuma ada 4 rumah didalam gang. Nggak ada suara hiruk pikuk kendaraan lewat, paling sehari cuma ada 2 atau 3 motor yang lewat. Suasana hening kontras dengan suasana ruko. Tapi jujur aku suka. Kita baru sebulan tinggal disini. Ayahku dan aku mulai merintis karir. Banyak doa dan harapan kami dirumah ini. Semoga lebih baik kedepannya baik itu kehidupan, rezeki, maupun ibadah kami. Aamiin :')

Gentala Arasy, I'm in love!

(Khanmaen judul blog aku kali ini, kayak judul film layar lebar yang dibintangi Samuel Rizal sama Shandy Aulia, tapi versi lokal. Duileh)

Sebenernya ini cerita-cerita random aja sih, tepatnya cerita kencan aku sama patjar...

Jadi minggu lalu kan kita kencan gitulah, saturdate. Rencana awal mau nonton film Fast and Furious 7, tapi... kita kehabisan tiket. Padahal kita datangnya siang sekitar jam 1, tapi udah sold out buat hari itu (kecewaaa). Ya udah, lihat-lihat film lain, semuanya film Indonesia dan ngga ada yang bikin kita tertarik. Dipikir-pikir-dipikir-pikir cancel aja dulu nontonnya.

Ya udah kita nongkrong di food court sambil ngelunch sambil ngeliatin pemandangan sungai Batang Hari. Terus si doi nyeletuk ngajakin ke jembatan Gentala Arasy yang baru saja diresmikan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla beberapa minggu yang lalu. Aku ngelihat cuacanya ya ampun panas gile. Bukannya mau sok-sokan ngga mau panas-panasan, tapi cuaca sekarang-sekarang ini agak ekstrim. Siangnya panas banget, terus sorenya tiba-tiba ujan deres. Dan dari pengalaman yang udah-udah sih aku kalo udah ketemu panas terus ujan kedinginan langsung gatal-gatal kulitnya, bentol-bentol merah atau kaligata. 

Akhirnya agak sorean dikit kita kejembatan itu, untungnya cuaca udah agak adem. Jadi, jembatan yang membelah sungai Batang Hari itu memiliki lebar 4,5 meter dan panjang 503 meter (dan aku berjalan menggunakan heels setinggi 8 cm, Dont try this at home!). Jembatan itu berliku-liku membentuk huruf S. Jembatan ini khusus untuk pejalan kaki, kalau yang motoran boleh lewat sini kasian sama tukang-tukang getek kehilangan mata pencaharian. Kita berjalan dimulai dari Tanggo Rajo menuju ke Kota Seberang sekitar 20 menitanlah kira-kira, yang pasti ngga nyampe setengah jam. Sampai di kota Seberang disambut dengan Menara Gentala Arasy dan museumnya yang menampilkan kearifan lokal Provinsi Jambi. Terus ada juga payung-payung ala-ala mesjid Nabawi. Aku ngga sempet masuk ke dalam museumnya karna hari itu museum nya lagi closed. Terus di Kota Seberang itu ada tulisan gede Gentala Arasy yang kalo malem hari dilihat dari Tanggo Rajo itu cantik banget.


Itu kita berfoto di deket payung-payung itu, ada kayak lukisan Sungai Batanghari gitulah (tapi itu bukan lukisan sih ya). Kita minta difotoin sama orang yang lagi foto-foto disitu, hehe.

Serius, sebenernya ini adalah kali pertama aku menginjakkan kaki di Kota Seberang (maklum anak rumahan, ga pernah main jauh). Excited banget. Norak ya, iya biarin. Yang penting aku happy sekarang.


Nah kalau yang foto diatas ini kita baru nyampe di Seberang dan kecapean. Kaki pegel banget sumpah. Dibelakang kita itu Menara Gentala Arasy. Disitu rame banget, rame orang foto-foto. Udah duduk-duduk ngeliat-liat kanan kiri atas bawah kita balik lagi (jalan kaki lagi). 

Sampe rumah langsung pijit-pijitan kaki sama patjar. Kalo tau mau jalan kesana aku ngga bakalan pake heels :') Tapi untungnya karna udah biasa pake heels jadi ngga nyiksa-nyiksa banget, dipijitin doi udah langsung ilang pegelnya. Yang pasti buat makhluk mungil kayak aku yang mesti ditunjang penampilannya dengan heels/wedges cari nya yang nyaman dipake biar ngga bikin lecet kaki (Lah malam curhat!)

Oke, segitu aja cerita panjang lebarnya. Itu udah seminggu yang lalu dan sekarang kita baru aja abis nonton Fast and Furious 7 yang sempet ketunda (lah pamer). I'm so happy!

Selasa, 14 April 2015

Socmed Fever

Kita hidup dijaman dimana pergi ke suatu tempat bukan untuk bersenang-senang, tapi untuk sekedar update di Path, Four Square, atau sosial media lainnya. Di tempat makan (baik itu cafe, resto, dsb) sebelum makan, makanannya difoto dulu untuk diupload ke sosial media. Biar kekinian.

Fenomena sosial media yang unik ini tidak dapat terelakkan. Membuat orang-orang cenderung antisosial. Tidak bisa hidup tanpa gadget. Tetapi tetap saja, kalau ada minus pasti ada plusnya. Memang ada orang-orang penggiat sosial media, mereka mencari rezeki dari sana. 

Sosial media bagiku cukup penting. Disana aku bisa memperoleh informasi terkini baik itu informasi domestik maupun berita dunia. Selain itu juga bisa menjaga tali silaturahmi dengan teman-teman lama dan mengetahui kabar mereka dari sosial media. Aku pengguna beberapa sosial media. 

Aku pernah punya Friendster. Sounds lawas. Aku udah lupa itu jaman kapan, yang pasti itu adalah media sosial pertama yang aku punya. Kalau nggak salah waktu masih SMA. Aku udah ngga inget apa-apa tentang Friendster.

Aku punya akun facebook, tapi saat ini tidak pernah aku buka. Kenapa? Karna menurutku facebook itu penuh dengan orang-orang yang drama. Membaca status-status mereka yang sedemikian galau seolah-olah hidup mereka paling menyedihkan, itu tidak baik untuk kesehatan hati. Menebar aura negatif. Memang sih mereka punya hak untuk update status apapun, tapi aku males aja setiap buka facebook muncul keluhan-keluhan kadang malah caci maki dan kata-kata kasar. 

Aku juga punya akun Twitter. Sejauh ini akun inilah yang rutin aku buka ketika ada waktu senggang atau saat sedang menunggu sesuatu. Didalamnya banyak informasi-informasi penting. Lumayan untuk menambah wawasan. Walaupun terkadang masih ada drama didalamnya tapi tidak separah difacebook. Dramanya masih yang wajar-wajar saja. Sebenernya simple ya, kalau kita tidak mau membaca update twitternya kan tinggal unfollow saja, atau kalau tidak enak meng-unfollow masih ada fasilitas mute. Tapi sejauh ini akun yang aku follow tidak ada masalah pun tidak ada yang ngeshare kata kasar. Selama mereka (yang ku follow) tidak merugikanku dengan update-an nya ya ngga ada masalah. Sah-sah aja karna mereka berhak mengupdate apapun dengan akun mereka. Twitter kan emang tempat untuk berkicau menuangkan isi kepala dengan menggunakan 140 karakter. Twitter juga tempat untuk meringankan sedikit beban atau stress dengan berbagi kepada follower. So far this is my favorite social media. Yay!

Aku punya akun Path. Tapi aplikasinya udah aku hapus dari smartphoneku. Kenapa? Karena menurutku nggak penting aja. Isinya cuma update-an dari temen-temen Path ngejelasin mereka lagi dimana, lagi dengerin/nonton apa, lagi sama siapa, dan lain sebagainya. Menurutku didalamnya tidak ada informasi yang penting. Pun aku juga jarang menggunakannya karna kenapa juga tiap pergi kesuatu tempat mesti update dulu. Ribet bok. Aku pergi ya pergi aja, ngga ingat mau update atau share apapun. Mungkin ya pengguna Path merasa itu penting untuk mereka ngeshare aktifitas mereka dan membuat hati mereka bahagia bisa berbagi status. Ya monggo aja sih sejauh tidak merugikan orang lain. Tapi aku memilih pensiun dari Path.

Aku punya akun Instagram. Masih aku gunakan sampai sekarang. Instagram bagiku adalah Diaryku yang ketiga. Kita kan sering mengabadikan momen-momen penting berupa foto. Di Instagramlah aku menyimpan dan juga berbagi momen penting tersebut. Followersku sedikit sih, mungkin karna kualitas fotoku kurang bagus atau kurang menarik. Hehe. Tapi tidak masalah buat aku, aku bukan orang yang kekeuh berusaha keras memaksakan diri agar mendapat followers banyak dan mendapat puja-puji. Aku tetep happy dan enjoy menggunakannya. Instagram buat aku untuk sharing foto dan melihat foto-foto menarik dan menginspirasi.  

Aku punya akun Ask.fm tapi sekarang udah jarang dibuka. Niat awal bikin ask.fm itu buat bertanya-tanya sesuatu yang penting dengan orang yang mumpuni. Aku seringnya bertanya tentang make up. Disana kan bebas bertanya dengan pertanyaan dari anonim. Tapi jadi geleuh karna aku ditanyain pertanyaan yang bikin sebel kayak "Berhijab kok pacaran sih?". Terus banyak juga pertanyaan dari dedek-dedek gemes galau yang lumayan genggeus cyin. Jadinya ya sekarang jarang aku buka.

Yang terakhir, Blog. Sebenernya ini blog aku yang ketiga. Blog yang pertama aku hapus, terus yang kedua lupa password. Tujuannya aku ngeblog ya seperti yang tertera di Headernya, this is my second diary. Aku suka banget bercerita melalui tulisan, dari aku masih kecil, walaupun isinya awur-awuran, hehe. Aku bukan orang yang pandai bermain kata-kata atau merangkai puisi yang indah. Tapi aku suka menulis cerita. Aku suka dan menikmatinya. Aku happy kalau bisa menceritakan sesuatu melalui tulisan. Kalau disuruh menulis karya ilmiah sih aku No, hehe. Dari pertama kali bisa menulis ketika masih kecil, aku suka cerita sesuatu. Menggambar kuburan lengkap dengan setan-setannya (sebenernya aku sama sekali ngga bisa gambar), kemudian ada story dibawahnya. Aku juga suka menulis buku harian. Dulu sering banget dikasih kado sama temen-temenku buku harian yang ada gemboknya. Waktu jaman sekolah masih rutin ngisi diary tiap malem, tapi sekarang udah jarang banget karna punya kesibukan. Mungkin buat orang lain blog ini nggak penting atau nggak worth to read, tapi selama aku ngga merugikan orang lain dan bikin aku happy, kenapa aku harus stop ngeblog :)

Sebenernya ada banyak lagi media sosial, tapi sejauh ini yang aku gunakan cuma itu. Itupun aku lumayan ribet sama password nya yang kadang aku suka lupa. Kadang sosial media membuat hati kita menjadi tidak sehat. Kalau kamu melihat postingan foto orang lain disosial media, dan dia kelihatan cakep, terus kamu nyeletuk "Halah paling juga pake kamera 360", Itu berarti ada yang salah dengan kamu. Itu wajar dan manusiawi, semua orang ingin terlihat "bagus". Atau melihat postingan orang lain yang menshare materi yang dia miliki (uang, mobil, gadget, dsb) terus kamu nyeletuk "Pamer!". Jelas sekali ada yang salah didiri kamu. Itu hak mereka, mereka bebas memposting apapun di akun mereka. Ayok kita berbenah hati, jangan sampai kedengkian dan kebencian menguasai hati gara-gara postingan orang lain disosial media. 

Nah, jadi menurutku gunakanlah sosial media dengan bijak. Jangan disalahgunakan. Ambil manfaat dan positifnya aja. Juga jangan sampai kita jadi gadget freak dan nggak memperdulikan orang-orang disekitar kita seperti keluarga, sahabat, dan pasangan. Juga jangan membandingkan hidup kita dengan hidup orang lain yang ada disosial media sehingga kita jauh dari rasa syukur ;)  


Aku Rindu

Sore itu, aku membereskan beberapa kardus yang masih tertumpuk dikamar pasca pindah rumah beberapa minggu yang lalu. kardus yang berisi buku-buku bacaan dan beberapa album foto. Didalam salah satu album foto terselip CD dari Sanggar Tari Aulia. Hati ini terpancing melihat video didalamnya. Ah... waktu itu aku masih kelas 2 SMA.

Mata ini mulai berkaca-kaca.

Aku rindu masa-masa itu...

Aku rindu pada dunia itu. Dunia yang sudah aku tinggalkan sejak 6 tahun terakhir. Sejak masuk ke universitas dan berhijab, aku berkomitmen untuk meninggalkan dunia itu. Tapi tetap saja aku rindu.

Sejak sekolah dasar aku menggeluti dunia itu. Aku ingat saat itu kami tidak difasilitasi guru atau siapapun. Kami berlatih tari sendiri, membuat gerakan sendiri, bahkan mencari dan menyewa baju tari sendiri. Demi bisa tampil di acara perpisahan yang diadakan setiap tahun.

Kemudian waktu remaja aku mulai masuk ke sanggar tari. Sanggar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Jambi, Sanggar Aulia atau Sanggar Ibu Dian, Sanggar Tari Sekintang Dayo. Aku rindu tempat-tempat itu...

Waktu SMA aku pernah mengajar tari dengan bayaran dua puluh ribu per jam. Tidak seberapa memang, tapi aku senang bukan main. Kemudian mengikuti Tarian Masal dengan ratusan bahkan ribuan orang. Pernah juga "ngamen", menari di acara-acara resepsi pernikahan. Meskipun dibayar tak seberapa tapi aku sangat menikmatinya dan ada kepuasan tersendiri yang aku rasakan.

Tidak terasa butiran air hangat menetes dipipi.
Aku Rindu... :')