Kamis, 24 Mei 2018

MANUSCRIPT

"Saat seseorang melakukan hal yang diinginkan nya, mereka akan terlihat sangat cantik. Aku juga ingin terlihat cantik, dengan melakukan hal yang kuinginkan. Bukan untuk orang lain. Tapi untuk diri ku sendiri."

"Bahwa pemeran utama itu tidak hanya ada di film dan drama. Tapi juga di kehidupan nyata. Dan ada juga pemeran pendukungnya. Mungkin akulah yang memilih untuk menjadi pemeran pendukung. Dulu aku menyalahkan takdir atas jalan hidupku. Tapi bukankah aku sendiri yang mematikan lampu sorot yang menyinariku?
Mereka bilang hidup bukanlah sebuah dongeng. Tapi meski seperti anak kecil, meski seperti orang bodoh. Bagaimana dengan impian tentang hidup seperti sebuah dongeng?
Kalau kau tidak mematikan lampu sorot nya, dan kau tidak menyerah pada mimpimu, mungkin suatu saat hidup yang lebih dari sebuah dongeng akan terjadi."


Source: She Was Pretty

Selasa, 15 Mei 2018

Tentang Sesuatu


Untuk hal-hal yang bukan kapasitasnya untuk kita ketahui
biarlah tidak diketahui
Karna tidak semua hal harus kita ketahui
terutama hal-hal yang tidak ada faedahnya & sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan kita 

Dan terkadang menjadi tidak tahu itu lebih menenangkan.

Senin, 07 Mei 2018

(UN)Sad Ending

Dibawah ini merupakan cerpen. Bila ada kesamaan nama, tempat, kejadian dan sebagainya mohon dimaafkan karena ini hanyalah cerita fiktif dan hasil imajinasi penulis semata. Terimakasih. Selamat membaca!



“Ya, besok aku akan mengatakan langsung padanya…”
 Aku bergumam dalam hati. Sudah hampir tiga tahun aku menaruh hati pada Keny, dia adalah sahabat sekaligus lelaki yang kukagumi. Aku mengenalnya sejak masuk SMA Merah Putih. Sekarang kami sudah kelas 12 bahkan 3 bulan lagi kami akan lulus. Bagaimana aku tidak jatuh cinta padanya, Keny adalah sosok lelaki yang perfect menurutku. Dia tampan, pintar, baik pada siapapun, humble, penampilannya rapi dan menarik, dan dia pernah menjabat sebagai ketua OSIS waktu kami masih kelas 11 adalah poin plus untukku. Aku memang pengagum goodboy, bukan seperti cewek-cewek lain yang lebih bertekuk lutut pada badboy.

Aku pernah ingin mengungkapkan perasaanku pada Keny ketika kami masih kelas 11. Tapi sahabatku Violeta atau yang lebih akrab disapa Vio melarangku. “Jangan Nay, kamu tau kodratnya itu sperma yang mengejar sel telur, bukan sebaliknya. Kalau memang Keny memiliki perasaan yang sama kayak kamu dia pasti bakalan ngungkapin duluan. Masa cewek yang nembak cowok”. Seperti itulah jawaban Vio dengan perumpamaan yang lumayan masuk akal yang ia gunakan. Aku berfikir perkataan Vio ada benarnya juga, jadi saat itu kuurungkan niatku. Tapi sampai sekarang Keny tak kunjung mengatakan hal itu padaku. Makanya kali ini aku tidak tahan, aku tidak dapat memendam perasaan ini lagi. Kemarin aku sudah bertanya pada sahabat lelakiku, Jeri. Dia bilang tidak masalah apabila wanita mengungkapkan perasaannya terlebih dahulu pada lelaki. Laki-laki dan perempuan berhak menerima kesempatan yang sama, laki-laki dan perempuan sejajar, kesetaraan gender. Itu sudah cukup mewakili pendapat dari sudut pandang seorang lelaki.

Aku melirik jam dinding, sudah pukul 01.30 malam. Aku sudah berbaring di tempat tidurku sejak 2 jam yang lalu. Tetapi pikiranku masih menerawang, memikirkan Keny. Aku merasa yakin 85 persen Keny akan menerima cintaku. Sisanya 15 persen itu Keny akan menolakku dengan alasan klasik, yaitu mau fokus UN. Tapi aku yakin sekali akan diterima. Kami sudah kenal dekat satu sama lain, dan kami juga sama-sama jomblo. Lagipula aku percaya tipe wanita ideal untuk orang seperti Keny adalah perempuan pintar, dan aku selalu masuk 5 besar dikelasku. Untuk penampilan aku lumayan goodlooking dan percaya diri. Yah apalagi, pikirku. Tekadku sudah bulat. Aku akan mengungkapkan perasaanku padanya besok. Fix. Dan sekarang aku harus tidur agar besok lebih fresh. Ya, aku siap.

***

Bip… Bip…
Ponselku bergetar. Aku mengambil ponsel tipis itu dari saku seragamku. Ternyata ada line masuk dari Vio.
“Kamu dimana, Nay?”
“Aku mau ke kelas Keny”. 
Aku membalas line Vio dengan cepat, langkah kakiku juga tak kalah cepat. Aku memang permisi keluar sebelum bel pulang berbunyi.
                
Sekarang aku sudah berada di depan kelas Keny. Kami memang berbeda kelas. Keny kelas 12 IPA 1 sementara aku, Vio, dan Jeri kelas 12 IPA 2. Aku menunggu sejenak sampak kelas Keny bubar. Tak lama Pak subroto guru Kimia sudah keluar dari kelas Keny disusul oleh murid-murid lain yang berlari berhamburan ke luar. Dengan serta merta aku aku berlari masuk dan menuju tempat duduk Keny. Dia masih merapikan buku dan memasukkannya kedalam tas.
               
“Ken, pulang sekolah kemana?” aku duduk di kursi sebelah Keny yang baru saja ditinggal pulang pemiliknya.
              
“Eh Naya, pulang ya balik kerumah Nay. Ada apa?” Keny tersenyum kearahku sembari menarik retsleting tasnya. Pandanganku menyapu keseluruh ruang kelas. Sudah sepi, tetapi masih ada dua orang siswa yang sedang berkemas. Aku menunggu hingga mereka keluar kelas.
                
“Nay..” Keny mengejutkanku, ia menggerakkan telapak tangan kanannya didepan wajahku.          

“Oh iya… Hm.. Ken, aku… ada yang mau aku omongin sama kamu. Bagusnya disini aja atau kita pergi kemana gitu ya…”
                
“Mm… Ya udah gapapa disini aja, sok atuh mau ngomongin apaan”. Keny mengubah arah duduknya yang sedari tadi kearah depan menjadi kearahku.
                
“Ken…” 
Aku menatap kedua bola mata Keny. Dia yang tadinya tersenyum lembut kini tampak serius memandangiku yang tak seperti biasanya. Jantungku berdegup kencang. Tatapan mata Keny membuat dadaku bergemuruh hebat.
                
“Keny aku suka kamu!” dengan lantang aku mengucapkan itu, tanpa jeda dan tanpa spasi.
                
“Ya?” Keny tampak sedikit terkejut. Ia menatapku lebih dalam. Aku tau dia menunggu kata-kata selanjutnya dariku. Dia ingin mendengarkan penjelasan yang lebih dariku.
                
Aku menarik nafas dalam-dalam dan memejamkan mataku sesaat.
                
“Ken, aku suka kamu. Mungkin kamu agak terkejut. Tapi aku beneran suka kamu dari pertama kita masuk sekolah ini. Selama ini aku melihat kamu sebagai seorang pria yang membuat aku berdebar, bukan hanya sahabat. Aku sayang sama kamu, Ken. Aku udah nggak bisa nahan perasaan ini ke kamu…”
                
Keny hanya diam. Ia seperti mencari kebenaran dari apa yang didengarnya dengan menjelajah kedua mataku dengan tatapannya. Dalam. Selang beberapa detik kami saling terdiam dan hanya bertatapan. Terlepas dari apapun tanggapan Keny, yang terpenting bagiku adalah aku merasa sangat lega. Perasaan yang kupendam selama 3 tahun terakhir sudah kuungkapkan.
                
Keny menarik nafas panjang. Kemudian jemarinya meraih jemariku, lalu menggenggamnya.
               
“Makasih ya Nay, kita coba ya…” Keny menjawabku dengan lembut.
                
Mataku berbinar. Terasa banyak kupu-kupu berterbangan diperutku. Debaran jantungku semakin hebat. Ya, Keny menerima perasaanku sesuai dengan dugaanku. Tak dapat diungkapkan lagi bagaimana senang dan bahagianya aku saat ini. Sepulang dari sekolah aku, Keny, Vio dan Jeri langsung menuju ke Café dekat sekolah untuk merayakan hari jadi aku dan Keny.
                
Pada awalnya setelah aku resmi jadian dengan Keny hari-hari terasa begitu indah. Seperti biasa kami berempat makan bersama di kantin ketika jam istirahat, bedanya kali ini aku bisa menikmati senyumannya sambil menggenggam tangannya. Keny memang lelaki yang baik dan lembut, selain itu ia selalu ramah pada siapapun. Aku mengingat bagaimana pertama kali aku mengenalnya. Pada waktu Masa Orientasi Siswa, Keny membantuku memunguti sampah didepan perpustakaan, dan dari situ aku langsung terpesona padanya. Aku tidak salah pilih. Aku merasa seperti wanita yang paling beruntung di sekolah ini karna berhasil menjadi pacarnya.
                
Tapi sepertinya terlalu dini untuk aku menyimpulkan hal tersebut. Kami baru jadian tepat satu minggu. Dan dihari jadi kami yang ketujuh itu aku melihat pemandangan tidak santai di lapangan basket. Keny sedang menggendong perempuan ke ruang UKS. Ada setitik api cemburu didadaku. Aku saja tidak pernah digendong oleh Keny. Saat itu aku merebah lemas ke bahu Vio. Tapi kemudian Vio memberiku pengertian bahwa itu adalah keadaan darurat, adik kelas yang digendong oleh Keny sedang sakit. Keny bukannya sedang berselingkuh tapi sedang menolong adik kelas. Kali ini aku bisa memaklumi.
               
 Kemudian kecemburuanku yang kedua adalah ketika aku mendadak berkunjung kerumah Keny bersama Vio. Saat itu di rumah Keny ada tamu yang ternyata adalah siswi kelas 12 IPA 3, yaitu Gea. Gadis itu tampak cantik dan rapi mengenakan dres babypink selutut. Sejak saat itu aku menaruh benci pada gadis berbibir plum itu. Iya, Gea saat itu mengenakan lipstik berwarna plum. Sore itu kabarnya Gea datang ke rumah Keny untuk belajar, atau lebih tepatnya meminta Keny untuk mengajarinya pelajaran Fisika. Keny si lelaki baik tentu saja bersedia membantu. Tidak lama dari waktu kedatanganku Gea pamit pulang. Langsung saja aku meluapkan emosiku.
                
“Sejak kapan ada acara belajar bersama kayak gitu?!” aku langsung mencecar Keny dengan pertanyaan itu, sementara Vio yang duduk disebelahku hanya mengelus bahuku.
                
“Ini udah pertemuan ketiga, lagian nggak ada salahnya kan kalau aku ngajarin dia, Nay. Aku kan cuma berbagi ilmu.” Keny menjawab dengan tetap tenang dan santai tanpa merasa bersalah.
                
“Kok kamu nggak pernah cerita sama aku sih. Masa aku harus tau dengan menangkap basah kamu kayak gini. Atau… kamu sengaja ngerahasiain dari aku? Hah? Aku itu pacar kamu, Ken…” mataku mulai memanas. Perlahan butiran air hangat itu menetes dari mataku. Ini kali pertama aku menangis karena kecemburuanku.
               
 “Ok, aku minta maaf ya Nay kalau aku nggak ngasih tau kamu. Setiap hari aku melakukan banyak hal yang tidak semuanya aku ingat untuk diceritain ke kamu. Tapi kamu harus tau aku nggak ada niatan macam-macam ke Gea. Aku tulus kok ngajarin dia…”
                
“Iya mungkin niatan kamu gitu, Ken. Tapi siapa yang tau niat dan motif cewek ganjen itu buat belajar sama kamu. Kenapa harus kamu yang ngajarin? Kenapa juga mesti totally dandan rapi pake lisptikan segala cuma buat belajar? Kenapa?” nada suaraku mulai meninggi tapi Keny tetap saja dengan sikapnya yang tenang.
                
Pada akhirnya setelah meluapkan emosiku, aku tetap memaafkan Keny. Toh lagi-lagi dia bukan sedang berselingkuh. Hanya saja aku mencemaskan gadis berbibir plum itu. Aku mencemaskan gadis itu berniat menggoda Keny.
                
Dan lagi-lagi tentu saja itu bukan terakhir kalinya aku cemburu. Kejadian lainnya menyusul begitu saja. Rosi, salah satu temen sekelas Keny mengunggah foto di social media sedang berdua dengan Keny di sebuah bioskop. Hanya berdua. Dan benar saja, ketika aku tanyakan hal itu pada Keny ia menjawab dengan jujur. Pulang sekolah Rosi memang minta ditemani untuk menonton film yang sudah lama ia tunggu di bioskop, karena teman-temannya tidak ada yang bersedia menemaninya. Keny si baik hati tentu saja bersedia menemani. Kali itu aku bukan hanya menangis. Aku juga mengirim pesan singkat dengan sedikit umpatan pada Rosi. Wajar kan bila aku marah. Siapa suruh minta ditemani nonton sama lelaki yang memiliki pacar. Aku membenci Rosi.
                
Satu bulan setelah insiden bioskop Rosi itu, aku kembali menerima cobaan yang membuatku cemburu. Pada jam istirahat Keny dan teman sekelasnya yang bernama Amanda mendatangiku. Amanda meminta ijin padaku untuk meminjam Keny. Ia butuh Keny menjadi pacar bohongannya untuk diperlihatkan kepada mantan pacarnya. Ia sudah meminta bantuan pada teman laki-lakinya yang lain namun tidak ada yang bersedia. Hanya Keny lah satu-satunya harapan terakhir untuk membantunya. Amanda memohon dengan sangat padaku. Ah, mengapa harus Keny. Aku bertanya pada Keny apakah dia bersedia, dan tentu saja dia bersedia. Aku merasa Keny bukan hanya baik, tapi juga sangat polos dan bodoh. Dia tidak pandai menolak orang lain. Dengan lemas dan berat hati aku mengijinkan.
                
Setelah melewati kejadian-kejadian itu aku mulai berfikir. Hubungan kami sudah berjalan 3 bulan. Tiga bulan seharusnya adalah waktu bagi kami menjalani hubungan dengan manis-manisnya. Tetapi yang terjadi malah sebaliknya. Sudah pasti aku kecewa. Semua yang terjadi benar-benar diluar ekspektasiku. Sebelum berpacaran dengan Keny aku menyukainya dengan alasan dia baik pada siapapun, dan kini hal itu menjadi alasan yang membuatku begitu kesal padanya.
                
Ujian akhir hanya tinggal beberapa hari lagi. Sebulan terakhir aku jarang bertemu Keny karna ia sibuk belajar kelompok dengan teman-teman sekelasnya, les, dan mengikuti try out. Aku sendiri juga belajar bersama dengan Vio dan Jeri. Hal yang paling menyakitkan bagiku akhirnya terjadi. Kami putus tiga hari sebelum UN. Tak kusangka, cinta yang aku pendam selama 3 tahun hanya bertahan selama 3 bulan dan kini telah kandas. Keny yang memutuskanku, dia bilang dia tidak mau lagi melihatku menangis dan tersakiti karena rasa cemburu. Ia juga bilang mau fokus UN, yah alasan klasik itu teruca juga, dan kabarnya ia akan segera meninggalkan kota ini untuk melanjutkan kuliah di sebuah universitas ternama di Kota Bandung.
                
Keny menjalani hari dengan tenang seperti biasanya, mungkin karna dia memang dari awal tidak pernah memiliki perasaan apa-apa terhadapku dan hanya menganggapku sahabat. Dan juga pastinya dia menerimaku karena kasihan dan dia orang yang tidak pandai menolak. Sementara aku menjalani hari dengan perasaan antah barantah. Aku mengikuti UN sembari membereskan puing-puing hatiku yang hancur. Sesekali kami berpapasan di sekolah ketika UN, namun Keny tampak membuang pandangannya dariku. Biasanya jam istirahat kami berempat bercengkrama dan bercanda sembari makan bersama di kantin. Tapi sebulan terakhir hal itu jarang terjadi. Kini hanya ada aku, Vio, dan Jeri. Sementara Keny tampak membuat jarak dengan kami. Mungkin ia merasa canggung padaku. Selain hubungan pacaran, hubungan pertemananku dengan Keny juga sudah tak terselamatkan. Kami tak lagi berhubungan layaknya orang yang tak saling mengenal. Aku sangat merindukannya… sebagai sahabatku. Aku merasa frustasi.
                
Hari kelulusan pun tiba. Aku sedang mencari-cari namaku dipapan pengumuman. Berkali-kali ku cari. Tidak kutemukan namaku, Kanaya Maura. Tiba-tiba Vio dan Jeri datang, Vio menabrak tubuhku dan memelukku, matanya berkaca-kaca. Sementara Jeri mengusap bahuku.
                
“Sabar ya, Nay…” Jeri menatapku dengan wajah sendu. Mataku langsung memanas, kakiku lemas, rasanya aku tak mampu lagi menopang tubuhku. Aku ambruk terduduk ke lantai diantara kerumunan pada siswa yang bersorak sorai bergembira karena kelulusannya. Sementara aku? Benarkah? Aku tidak lulus? Mengapa? Padahal aku murid yang terbilang cukup cerdas, sejak kelas 10 aku selalu masuk nominasi 5 besar di kelas. Aku tak dapat menahan, tangiskupun tumpah. Vio dan Jeri berjongkok untuk mengelus punggungku dan menguatkanku. Aku melihat di kelas di seberang sana, sesosok lelaki berdiri di depan pintu kelas sembari menatapku beberapa detik. Kemudian ia berjalan dan berlalu pergi. Iya, dia Keny. Aku merasa begitu hancur. Perlahan pikiran dan tatapanku kosong…

***
                
Kring…. Kring…
                
Suara ponselku bordering. Perlahan aku membuka mata dan mengerjap-ngerjap. Silau. Mataku berpatroli melihat sekelilingku. Aku pikir aku sedang berada di rumah sakit. Tapi ruangan ini begitu familiar. Ternyata aku berada di kamarku sendiri. Kuraih ponsel yang ada di sebelah bantalku. Tertera nama Vio dilayarnya.
                
“Iya Vi…”
               
“Naya, kamu dimana? Kenapa nggak masuk sekolah?”
             
“Sekolah?” kata itu memaksaku untuk berpikir.
                
“Iyalah, kamu dimana? Ibu Endang nanyain kamu, aku bilang kamu sakit. Kamu dimana sih, Nay? Lagi siap-siap buat nembak Keny?”
                
Aku perlahan duduk, sedikit terperangah mendengar ucapan Vio. Aku diam sejenak sembari mengumpulkan kesadaran.
                
“Nayaaa, haloooo…” suara cempreng Vio membuatku sedikit kaget.
                
“Oh iya Vi, aku ketiduran. Nggak tau nih nggak ada yang ngebangunin aku. Hoaahmm” aku menguap lebar, mataku masih terasa berat dan mengantuk padahal aku sudah tidur 9 jam.
                
“Ih Naya, malah nguap. Jadi gimana? Ntar kamu jadi mau nembak Keny?
                
“Umm… Enggak jadi deh Vi, kita kan bestfiends forever. Hehe..”
                
“Serius Nay? Padahal kamu kemarin menggebu-gebu semangat 45 banget. Ntar cerita ya. Ya udah aku mau masuk kelas nih udah bel. Bye Nay…” Vio menutup telepon.
                
Aku tersenyum tipis, berusaha mengingat mimpi panjangku semalam yang berakhir begitu mengenaskan menurutku.  Iya, aku tidak akan mengungkapkan perasaanku pada Keny. Tidak akan pernah. Biarlah perasaan ini aku kubur dalam-dalam bersama mimpi semalam.
                
Keesokan harinya aku kembali bersekolah. Aku berjalan kearah kantin dan menemui 3 sahabatku disana. Aku langsung duduk disebelah Keny berhadapan dengan Vio dan Jeri. Mereka bertiga menyapaku dan tersenyum.
                
“Hei… Eh, Ken, ntar deket-deket UN kita belajar bareng ya…” aku merangkul Keny.
               
“Ada apa nih pagi-pagi ngajakin belajar UN banget” Jeri menyela.
                
“Ya biarin, UN bentar lagi tau” balasku.
                
“Keny aja nih yang diajakin belajar, kita berdua enggak?” Vio tersenyum sinis.
                
“Ya enggaklah. Maksudnya nggak kita berdua aja, sama kalian juga lah ih kesel” aku menarik kopi milik Vio dan menyeruputnya.
                
“Iya-iya, siap” Keny menjawab, ia membalas merangkulku dengan tangan kirinya. Rasanya hangat dan bahagia sekali. Aku ingin tetap seperti ini sampai kapanpun, meskipun statusku dan Keny bukanlah pacaran. Aku malah berharap kami berdua tidak akan pacaran sampai kapanpun. Selanjutnya kami kembali bersenda gurau menunggu bel masuk berbunyi.
                
Di meja seberang terlihat gadis berbibir plum, Gea, tengah bercanda dengan Rosi dan Amanda. Mereka bertiga memang berteman akrab. Tiba-tiba dadaku memanas melihat mereka. Tapi buru-buru aku tepis perasaan itu. Tatapanku dan Gea bertemu. Aku segera melemparkan senyum kearahnya. Ia membalas senyum, lalu tatapannya berpindah kearah Keny.



THE END

Senin, 23 April 2018

Menikmati Kamar 19

Kamar 19 terinspirasi dari drama Korea berjudul Because This Is My First Life, yes i'm a korean drama lover, tapi didalam blog ini adalah kamar 19 versi saya. Kamar 19, yaitu ruangan pribadi yang penuh privasi yang hanya dimiliki oleh para lajang karena yang telah menikah pasti akan berbagi ruang dan tentu saja berbagi privasi dengan pasangan. Dan disini saya akan bercerita tentang kamar 19 dari sisi saya sebagai seorang introvert.

Semuanya berawal dari pertanyaan basa basi dari orang-orang yang sebetulnya tidak cukup dekat.

Kapan nyusul? Kapan nikah? Kapan kawin?

Pertanyaan sejenis itu yang tidak tau sejak saya berusia berapa mulai ditanyakan oleh orang-orang. Pada mulanya memang pertanyaan itu terdengar sangat menyebalkan. Saya yakin bukan hanya saya yang merasakan hal serupa. Tapi semakin kesini, karena saya sudah sering mendengarkan mungkin sudah ratusan bahkan ribuan kali entahlah, jadinya saya terbiasa dan saya bisa menanggapinya dengan santai. Sekarang sudah 2018, basa basi seperti itu harusnya sudah lenyap, karena yang namanya jodoh, maut, dan rezeki itu sudah diatur oleh Tuhan bahkan semenjak manusia belum terlahir ke dunia. Jadi stop bertanya ke manusia sementara yang tau jawabannya hanya Allah semata :')

Tapi dibalik orang-orang dengan pertanyaan yang menyebalkan seperti diatas, masih banyak lagi orang-orang yang lebih open minded. Tidak jarang saya menerima nasihat dari orang yang sudah menikah yang sebetulnya hanya saya kenal dari dunia maya. Menurut saya tidak masalah saya berteman mau di dunia maya ataupun nyata selama dia baik dan menularkan kebaikan, its fine.

Beberapa nasihat yang saya terima antara lain, jangan menikah hanya karena teman-teman seusia sudah pada menikah. Jangan menikah hanya karena dikejar usia. Jangan menikah karena disuruh orang tua. Jangan menikah karena bosan sendirian. Jangan menikah hanya karena bosan dengar pertanyaan dan kata orang. Jangan menikah hanya karena ingin posting wedding party di media sosial (duh, gila sih ya kalau ada orang menikah dengan alasan ini). Dan masih banyak lagi. Intinya menikahlah kalau benar-benar sudah siap, siap untuk berkomitmen seumur hidup dengan pasangan, siap secara lahir batin jasmani rohani mental spiritual dan finansial. Saya percaya setiap orang punya waktunya masing-masing, begitupun saya. Rencana Tuhan sudah pasti yang terbaik.

Saya, wanita yang akan memasuki usia 27 dan masih lajang, itu bukanlah perkara yang mudah untuk dijalani, seriously. Terutama ketika mendengar komentar-komentar negatif dan cibiran dari orang-orang. Tapi yasudahlah, toh prinsip hidup saya tidak akan mendengar komentar orang lain yang sama sekali tidak tau bagaimana rasanya berdiri diatas sepatu kita,dan tidak menyaksikan kita selama 24/7. Toh mereka tidak tau apa yang sedang saya perjuangkan dan apa yang saya rencanakan. Just let it flow, i have so many reason to be happy... 

Saat ini saya hanya ingin menikmati waktu yang saya punya. Menikmati kamar 19 yang saya miliki. Melakukan apa yang saya mau. Karena saya pernah baca "Jangan sampai ketika sudah menikah nanti kita merindukan saat-saat bebas ketika lajang". 

Kamar 19, sudut favorit bagi saya untuk melakukan apapun yang saya mau. Didalamnya saya berkreatifitas, didalamnya saya membuat karya, didalamnya saya tertawa, didalamnya saya menangis, didalamnya saya marah, didalamnya saya berdoa, dan banyak hal yang saya lakukan didalam kamar 19 yang saya miliki. Ruang privasi yang harus saya nikmati semaksimal mungkin sebelum kelak saya akan sharing atau berbagi ruangan itu dengan pria yang saya cintai. 

Beberapa hari lagi saya akan akan memasuki usia 27, yang menurut ibu ibu diluar sana diusia tersebut harusnya saya sudah memiliki anak. Tapi saya berusaha meluaskan hati agar ikhlas. Semua ada waktunya. Yang terpenting bagi saya, saya harus menikmati waktu lajang saya semaksimal mungkin, melakukan hal hal yang membuat saya bahagia. Begitupun kamu diluar sana yang merasa seperti saya, nikmati waktu bebasmu, nikmati kamar 19 mu. Berbahagialah!


Kamis, 01 Februari 2018

Sekilas 2017

19 Januari 2017
Bersabarlah... Tetaplah menjadi tulus dan baik, meskipun pahit.

28 Januari 2017
Aku sekarat.

07 Februari 2017
Aku tidak tidur sama sekali malam ini. Aku ingin marah. Tapi kepada siapakah?

28 Maret 2017
Hari-hari yang sungguh berat...

26 Juli 2017
Bagaimana cara agar aku dapat melewati hari-hari yang berat ini agar terasa ringan. Aku ingin menyerah...

27 September 2017
Underpressure... Semakin hari aku justru semakin lemah, bukan semakin kuat. 2017, ku mohon segeralah berlalu...

27 Oktober 2017
Im crying inside.

30 Oktober 2017
Aku tidak siap kembali kesana. Aku tidak siap dengan segala kekacauan dan kecurangan :(

21 November 2017
Ingatlah rasanya, dimana hari-hari yang dilalui disini terasa hambar tanpa gairah. Dihantui kejenuhan dan kehidupan yang monoton. Waktu berjalan dengan lamban malah seakan terhenti.

29 November 2017
Ingatlah rasa sakit ini.

Itu adalah sebagian yang aku curahkan kedalam diary sepanjang 2017. Diawal tahun aku sudah merasa sekarat. Bukan sekarat seperti ingin mati, melainkan tidak berdaya menghadapi keadaan. Kemudian disusul bulan-bulan selanjutnya dengan berbagai cobaan. 2017 aku banyak menangis, meskipun tidak pernah aku tampakkan pada orang lain. Tapi ya begitulah konsekuensinya menjadi orang dewasa, harus profesional. Aku tetap bisa tertawa meskipun hati rasanya tidak karuan. Pastinya bukan cuma aku saja yang demikian. Delapan puluh persen waktuku tersita untuk hal yang tidak aku sukai. Berkali kali aku berkata dalam hati bahwa aku tidak bahagia menjalaninya dan berdoa agar 2017 cepat berlalu, alhamdulillah segala badai ditahun itu sudah terlewati. Alhamdulillah...

Tapi aku bersyukur atas beberapa hal yang aku alami pada 2017. Aku mendapat pengalaman baru. Dan aku bersyukur ditengah carut marut cobaan yang aku alami, urusan percintaanku berjalan dengan lancar. Kalau tidak aku tidak tau lagi akan semenyedihkan apa 2017 ku.