Kamu,
makhluk mungil yang dikirimkan Allah untuk kami disaat yang tepat. Saat kami
berada dititik terendah. Saat kami sedang diberi ujian oleh Allah. Kamu hadir.
Membawa tawa. Menjadi hiburan. Pembangkit semangat.
Nak,
kamu kini telah beranjak dan bertumbuh besar. Kamu nakal, iya kamu nakal. Tapi aku
tau itu adalah bentuk penolakanmu terhadap keadaan. Aku tau kamu tidak
menginginkan keadaanmu sekarang ini. Itu bukan salahmu, Nak. Ketahuilah
orang-orang sangat menyayangimu meskipun tak jarang kamu dimarahi karena
kelakuan nakalmu.
Kamu
hanya anak kecil yang masih lugu dan polos. Aku ingin mengajarimu,
membimbingmu, merawatmu menjadi anak baik, karena sebetulnya kamu anak yang
sangat baik. Tapi aku tidak punya kapasitas untuk itu. Karena aku bukan Ibumu.
Aku ingin mewujudkan apapun yang kamu mau, tapi sekali lagi aku belum memiliki
kemampuan yang memadai untuk menuruti pintamu. Tapi percayalah Nak, aku akan
selalu ada saat kau butuh pelukan. Saat kau menangis memanggil namaku, meskipun
saat itu aku sedang tertidur lelap, aku akan bangun untukmu.
Tahukah
kamu, sewaktu kau masih bayi aku pernah berjanji akan membuatmu bahagia suatu
hari nanti. Aku masih ingat janji itu, janji yang aku ucapkan dalam hati saat
kau sedang tertidur pulas didalam ayunan. Aku akan berusaha mewujudkannya.
Percayalah.
Aku
tidak ingin kamu tumbuh menjadi anak yang berkepribadian buruk dikarenakan
keadaanmu saat ini, sungguh aku tidak menginginkan itu. Aku akan selalu
menyediakan waktuku untuk mengajarimu meskipun sedikit. Tapi sayang sekarang
waktu kebersamaan kita sudah tak banyak. Kau banyak berada diluar sana. Aku
takut kamu terkontaminasi oleh kenakalan anak-anak lain. Aku merindukanmu,
sangat merindukanmu. Tahukah kamu, saat aku menulis ini air mataku tumpah ruah
tak tertahankan. Dan kamu pasti akan menangis ketika melihatku menangis, meski
seringkali kau menutupi air matamu dan bersembunyi atau menenggelamkan kepalamu
dikakiku.
Baru
saja tadi sore kita tertawa. Kita menertawakan celanamu yang robek yang sedang
ingin kujahit. Tawamu lepas sekali. Aku ingin kamu tertawa terus seperti itu.
Aku tidak ingin kau menjadi anak cengeng.
Aku
rindu shalat bersamamu. Aku rindu saat-saat sehabis shalat kau mendoakanku
dengan berbisik-bisik. Semoga Allah kabulkan do’amu, sayang. Kamu bilang, kalau
aku sudah menikah nanti kau ingin ikut denganku. Ucapanmu sungguh polos.
Terimakasih
kamu telah menjadi teman curhat untukku, yang selalu rela berbagi makanan,
berbagi cerita, dan hal-hal lainnya. Aku selalu berdo’a kamu tumbuh menjadi
anak yang baik, yang manis, yang patuh, yang cerdas. Orang-orang menyayangimu.
Kami semua sayang padamu. Jangan nakal, sekolah yang baik, Allah akan
senantiasa melindungi dan menguatkanmu. Perpisahan
kedua orang tuamu tidak sama sekali kau inginkan. Kamu anak yang belum ada dosa sama
sekali. Bunda sayang kamu.
Teruntuk
malaikat kecilku, Nadia.