Dibawah ini merupakan cerpen. Bila ada kesamaan nama, tempat, kejadian dan sebagainya mohon dimaafkan karena ini hanyalah cerita fiktif dan hasil imajinasi penulis semata. Terimakasih. Selamat membaca!
“Ya,
besok aku akan mengatakan langsung padanya…”
Aku
bergumam dalam hati. Sudah hampir tiga tahun aku menaruh hati pada Keny, dia
adalah sahabat sekaligus lelaki yang kukagumi. Aku mengenalnya sejak masuk SMA
Merah Putih. Sekarang kami sudah kelas 12 bahkan 3 bulan lagi kami akan lulus.
Bagaimana aku tidak jatuh cinta padanya, Keny adalah sosok lelaki yang perfect
menurutku. Dia tampan, pintar, baik pada siapapun, humble, penampilannya rapi
dan menarik, dan dia pernah menjabat sebagai ketua OSIS waktu kami masih kelas
11 adalah poin plus untukku. Aku memang pengagum goodboy, bukan seperti cewek-cewek lain yang lebih bertekuk lutut
pada badboy.
Aku pernah ingin
mengungkapkan perasaanku pada Keny ketika kami masih kelas 11. Tapi sahabatku
Violeta atau yang lebih akrab disapa Vio melarangku. “Jangan Nay, kamu tau
kodratnya itu sperma yang mengejar sel telur, bukan sebaliknya. Kalau memang
Keny memiliki perasaan yang sama kayak kamu dia pasti bakalan ngungkapin
duluan. Masa cewek yang nembak cowok”. Seperti itulah jawaban Vio dengan
perumpamaan yang lumayan masuk akal yang ia gunakan. Aku berfikir perkataan Vio
ada benarnya juga, jadi saat itu kuurungkan niatku. Tapi sampai sekarang Keny
tak kunjung mengatakan hal itu padaku. Makanya kali ini aku tidak tahan, aku
tidak dapat memendam perasaan ini lagi. Kemarin aku sudah bertanya pada sahabat
lelakiku, Jeri. Dia bilang tidak masalah apabila wanita mengungkapkan
perasaannya terlebih dahulu pada lelaki. Laki-laki dan perempuan berhak
menerima kesempatan yang sama, laki-laki dan perempuan sejajar, kesetaraan
gender. Itu sudah cukup mewakili pendapat dari sudut pandang seorang lelaki.
Aku
melirik jam dinding, sudah pukul 01.30 malam. Aku sudah berbaring di tempat
tidurku sejak 2 jam yang lalu. Tetapi pikiranku masih menerawang, memikirkan
Keny. Aku merasa yakin 85 persen Keny akan menerima cintaku. Sisanya 15 persen
itu Keny akan menolakku dengan alasan klasik, yaitu mau fokus UN. Tapi aku
yakin sekali akan diterima. Kami sudah kenal dekat satu sama lain, dan kami
juga sama-sama jomblo. Lagipula aku percaya tipe wanita ideal untuk orang
seperti Keny adalah perempuan pintar, dan aku selalu masuk 5 besar dikelasku.
Untuk penampilan aku lumayan goodlooking dan percaya diri. Yah apalagi,
pikirku. Tekadku sudah bulat. Aku akan mengungkapkan perasaanku padanya besok.
Fix. Dan sekarang aku harus tidur agar besok lebih fresh. Ya, aku siap.
***
Bip…
Bip…
Ponselku
bergetar. Aku mengambil ponsel tipis itu dari saku seragamku. Ternyata ada line
masuk dari Vio.
“Kamu
dimana, Nay?”
“Aku
mau ke kelas Keny”.
Aku membalas line Vio dengan cepat, langkah kakiku juga tak
kalah cepat. Aku memang permisi keluar sebelum bel pulang berbunyi.
Sekarang
aku sudah berada di depan kelas Keny. Kami memang berbeda kelas. Keny kelas 12
IPA 1 sementara aku, Vio, dan Jeri kelas 12 IPA 2. Aku menunggu sejenak sampak
kelas Keny bubar. Tak lama Pak subroto guru Kimia sudah keluar dari kelas Keny
disusul oleh murid-murid lain yang berlari berhamburan ke luar. Dengan serta
merta aku aku berlari masuk dan menuju tempat duduk Keny. Dia masih merapikan
buku dan memasukkannya kedalam tas.
“Ken,
pulang sekolah kemana?” aku duduk di kursi sebelah Keny yang baru saja
ditinggal pulang pemiliknya.
“Eh
Naya, pulang ya balik kerumah Nay. Ada apa?” Keny tersenyum kearahku sembari
menarik retsleting tasnya. Pandanganku menyapu keseluruh ruang kelas. Sudah
sepi, tetapi masih ada dua orang siswa yang sedang berkemas. Aku menunggu
hingga mereka keluar kelas.
“Nay..”
Keny mengejutkanku, ia menggerakkan telapak tangan kanannya didepan wajahku.
“Oh
iya… Hm.. Ken, aku… ada yang mau aku omongin sama kamu. Bagusnya disini aja
atau kita pergi kemana gitu ya…”
“Mm…
Ya udah gapapa disini aja, sok atuh mau ngomongin apaan”. Keny mengubah arah
duduknya yang sedari tadi kearah depan menjadi kearahku.
“Ken…”
Aku menatap kedua bola mata Keny. Dia yang tadinya tersenyum lembut kini tampak
serius memandangiku yang tak seperti biasanya. Jantungku berdegup kencang.
Tatapan mata Keny membuat dadaku bergemuruh hebat.
“Keny
aku suka kamu!” dengan lantang aku mengucapkan itu, tanpa jeda dan tanpa spasi.
“Ya?”
Keny tampak sedikit terkejut. Ia menatapku lebih dalam. Aku tau dia menunggu
kata-kata selanjutnya dariku. Dia ingin mendengarkan penjelasan yang lebih
dariku.
Aku
menarik nafas dalam-dalam dan memejamkan mataku sesaat.
“Ken,
aku suka kamu. Mungkin kamu agak terkejut. Tapi aku beneran suka kamu dari
pertama kita masuk sekolah ini. Selama ini aku melihat kamu sebagai seorang
pria yang membuat aku berdebar, bukan hanya sahabat. Aku sayang sama kamu, Ken.
Aku udah nggak bisa nahan perasaan ini ke kamu…”
Keny
hanya diam. Ia seperti mencari kebenaran dari apa yang didengarnya dengan
menjelajah kedua mataku dengan tatapannya. Dalam. Selang beberapa detik kami
saling terdiam dan hanya bertatapan. Terlepas dari apapun tanggapan Keny, yang
terpenting bagiku adalah aku merasa sangat lega. Perasaan yang kupendam selama
3 tahun terakhir sudah kuungkapkan.
Keny
menarik nafas panjang. Kemudian jemarinya meraih jemariku, lalu menggenggamnya.
“Makasih
ya Nay, kita coba ya…” Keny menjawabku dengan lembut.
Mataku
berbinar. Terasa banyak kupu-kupu berterbangan diperutku. Debaran jantungku
semakin hebat. Ya, Keny menerima perasaanku sesuai dengan dugaanku. Tak dapat
diungkapkan lagi bagaimana senang dan bahagianya aku saat ini. Sepulang dari
sekolah aku, Keny, Vio dan Jeri langsung menuju ke Café dekat sekolah untuk
merayakan hari jadi aku dan Keny.
Pada
awalnya setelah aku resmi jadian dengan Keny hari-hari terasa begitu indah.
Seperti biasa kami berempat makan bersama di kantin ketika jam istirahat,
bedanya kali ini aku bisa menikmati senyumannya sambil menggenggam tangannya.
Keny memang lelaki yang baik dan lembut, selain itu ia selalu ramah pada
siapapun. Aku mengingat bagaimana pertama kali aku mengenalnya. Pada waktu Masa
Orientasi Siswa, Keny membantuku memunguti sampah didepan perpustakaan, dan
dari situ aku langsung terpesona padanya. Aku tidak salah pilih. Aku merasa
seperti wanita yang paling beruntung di sekolah ini karna berhasil menjadi
pacarnya.
Tapi
sepertinya terlalu dini untuk aku menyimpulkan hal tersebut. Kami baru jadian
tepat satu minggu. Dan dihari jadi kami yang ketujuh itu aku melihat
pemandangan tidak santai di lapangan basket. Keny sedang menggendong perempuan
ke ruang UKS. Ada setitik api cemburu didadaku. Aku saja tidak pernah digendong
oleh Keny. Saat itu aku merebah lemas ke bahu Vio. Tapi kemudian Vio memberiku
pengertian bahwa itu adalah keadaan darurat, adik kelas yang digendong oleh
Keny sedang sakit. Keny bukannya sedang berselingkuh tapi sedang menolong adik
kelas. Kali ini aku bisa memaklumi.
Kemudian
kecemburuanku yang kedua adalah ketika aku mendadak berkunjung kerumah Keny
bersama Vio. Saat itu di rumah Keny ada tamu yang ternyata adalah siswi kelas
12 IPA 3, yaitu Gea. Gadis itu tampak cantik dan rapi mengenakan dres babypink
selutut. Sejak saat itu aku menaruh benci pada gadis berbibir plum itu. Iya, Gea
saat itu mengenakan lipstik berwarna plum. Sore itu kabarnya Gea datang ke
rumah Keny untuk belajar, atau lebih tepatnya meminta Keny untuk mengajarinya
pelajaran Fisika. Keny si lelaki baik tentu saja bersedia membantu. Tidak lama
dari waktu kedatanganku Gea pamit pulang. Langsung saja aku meluapkan emosiku.
“Sejak
kapan ada acara belajar bersama kayak gitu?!” aku langsung mencecar Keny dengan
pertanyaan itu, sementara Vio yang duduk disebelahku hanya mengelus bahuku.
“Ini
udah pertemuan ketiga, lagian nggak ada salahnya kan kalau aku ngajarin dia,
Nay. Aku kan cuma berbagi ilmu.” Keny menjawab dengan tetap tenang dan santai
tanpa merasa bersalah.
“Kok
kamu nggak pernah cerita sama aku sih. Masa aku harus tau dengan menangkap
basah kamu kayak gini. Atau… kamu sengaja ngerahasiain dari aku? Hah? Aku itu
pacar kamu, Ken…” mataku mulai memanas. Perlahan butiran air hangat itu menetes
dari mataku. Ini kali pertama aku menangis karena kecemburuanku.
“Ok,
aku minta maaf ya Nay kalau aku nggak ngasih tau kamu. Setiap hari aku
melakukan banyak hal yang tidak semuanya aku ingat untuk diceritain ke kamu.
Tapi kamu harus tau aku nggak ada niatan macam-macam ke Gea. Aku tulus kok
ngajarin dia…”
“Iya
mungkin niatan kamu gitu, Ken. Tapi siapa yang tau niat dan motif cewek ganjen
itu buat belajar sama kamu. Kenapa harus kamu yang ngajarin? Kenapa juga mesti
totally dandan rapi pake lisptikan segala cuma buat belajar? Kenapa?” nada
suaraku mulai meninggi tapi Keny tetap saja dengan sikapnya yang tenang.
Pada
akhirnya setelah meluapkan emosiku, aku tetap memaafkan Keny. Toh lagi-lagi dia
bukan sedang berselingkuh. Hanya saja aku mencemaskan gadis berbibir plum itu.
Aku mencemaskan gadis itu berniat menggoda Keny.
Dan
lagi-lagi tentu saja itu bukan terakhir kalinya aku cemburu. Kejadian lainnya
menyusul begitu saja. Rosi, salah satu temen sekelas Keny mengunggah foto di
social media sedang berdua dengan Keny di sebuah bioskop. Hanya berdua. Dan
benar saja, ketika aku tanyakan hal itu pada Keny ia menjawab dengan jujur.
Pulang sekolah Rosi memang minta ditemani untuk menonton film yang sudah lama
ia tunggu di bioskop, karena teman-temannya tidak ada yang bersedia menemaninya.
Keny si baik hati tentu saja bersedia menemani. Kali itu aku bukan hanya
menangis. Aku juga mengirim pesan singkat dengan sedikit umpatan pada Rosi.
Wajar kan bila aku marah. Siapa suruh minta ditemani nonton sama lelaki yang
memiliki pacar. Aku membenci Rosi.
Satu
bulan setelah insiden bioskop Rosi itu, aku kembali menerima cobaan yang
membuatku cemburu. Pada jam istirahat Keny dan teman sekelasnya yang bernama
Amanda mendatangiku. Amanda meminta ijin padaku untuk meminjam Keny. Ia butuh
Keny menjadi pacar bohongannya untuk diperlihatkan kepada mantan pacarnya. Ia
sudah meminta bantuan pada teman laki-lakinya yang lain namun tidak ada yang
bersedia. Hanya Keny lah satu-satunya harapan terakhir untuk membantunya.
Amanda memohon dengan sangat padaku. Ah, mengapa harus Keny. Aku bertanya pada
Keny apakah dia bersedia, dan tentu saja dia bersedia. Aku merasa Keny bukan
hanya baik, tapi juga sangat polos dan bodoh. Dia tidak pandai menolak orang
lain. Dengan lemas dan berat hati aku mengijinkan.
Setelah
melewati kejadian-kejadian itu aku mulai berfikir. Hubungan kami sudah berjalan
3 bulan. Tiga bulan seharusnya adalah waktu bagi kami menjalani hubungan dengan
manis-manisnya. Tetapi yang terjadi malah sebaliknya. Sudah pasti aku kecewa.
Semua yang terjadi benar-benar diluar ekspektasiku. Sebelum berpacaran dengan
Keny aku menyukainya dengan alasan dia baik pada siapapun, dan kini hal itu
menjadi alasan yang membuatku begitu kesal padanya.
Ujian
akhir hanya tinggal beberapa hari lagi. Sebulan terakhir aku jarang bertemu
Keny karna ia sibuk belajar kelompok dengan teman-teman sekelasnya, les, dan
mengikuti try out. Aku sendiri juga belajar bersama dengan Vio dan Jeri. Hal
yang paling menyakitkan bagiku akhirnya terjadi. Kami putus tiga hari sebelum
UN. Tak kusangka, cinta yang aku pendam selama 3 tahun hanya bertahan selama 3
bulan dan kini telah kandas. Keny yang memutuskanku, dia bilang dia tidak mau
lagi melihatku menangis dan tersakiti karena rasa cemburu. Ia juga bilang mau
fokus UN, yah alasan klasik itu teruca juga, dan kabarnya ia akan segera
meninggalkan kota ini untuk melanjutkan kuliah di sebuah universitas ternama di
Kota Bandung.
Keny
menjalani hari dengan tenang seperti biasanya, mungkin karna dia memang dari
awal tidak pernah memiliki perasaan apa-apa terhadapku dan hanya menganggapku
sahabat. Dan juga pastinya dia menerimaku karena kasihan dan dia orang yang
tidak pandai menolak. Sementara aku menjalani hari dengan perasaan antah
barantah. Aku mengikuti UN sembari membereskan puing-puing hatiku yang hancur.
Sesekali kami berpapasan di sekolah ketika UN, namun Keny tampak membuang
pandangannya dariku. Biasanya jam istirahat kami berempat bercengkrama dan
bercanda sembari makan bersama di kantin. Tapi sebulan terakhir hal itu jarang
terjadi. Kini hanya ada aku, Vio, dan Jeri. Sementara Keny tampak membuat jarak
dengan kami. Mungkin ia merasa canggung padaku. Selain hubungan pacaran,
hubungan pertemananku dengan Keny juga sudah tak terselamatkan. Kami tak lagi
berhubungan layaknya orang yang tak saling mengenal. Aku sangat merindukannya…
sebagai sahabatku. Aku merasa frustasi.
Hari
kelulusan pun tiba. Aku sedang mencari-cari namaku dipapan pengumuman.
Berkali-kali ku cari. Tidak kutemukan namaku, Kanaya Maura. Tiba-tiba Vio dan
Jeri datang, Vio menabrak tubuhku dan memelukku, matanya berkaca-kaca. Sementara
Jeri mengusap bahuku.
“Sabar
ya, Nay…” Jeri menatapku dengan wajah sendu. Mataku langsung memanas, kakiku
lemas, rasanya aku tak mampu lagi menopang tubuhku. Aku ambruk terduduk ke
lantai diantara kerumunan pada siswa yang bersorak sorai bergembira karena
kelulusannya. Sementara aku? Benarkah? Aku tidak lulus? Mengapa? Padahal aku
murid yang terbilang cukup cerdas, sejak kelas 10 aku selalu masuk nominasi 5
besar di kelas. Aku tak dapat menahan, tangiskupun tumpah. Vio dan Jeri
berjongkok untuk mengelus punggungku dan menguatkanku. Aku melihat di kelas di
seberang sana, sesosok lelaki berdiri di depan pintu kelas sembari menatapku
beberapa detik. Kemudian ia berjalan dan berlalu pergi. Iya, dia Keny. Aku
merasa begitu hancur. Perlahan pikiran dan tatapanku kosong…
***
Kring….
Kring…
Suara
ponselku bordering. Perlahan aku membuka mata dan mengerjap-ngerjap. Silau. Mataku
berpatroli melihat sekelilingku. Aku pikir aku sedang berada di rumah sakit. Tapi
ruangan ini begitu familiar. Ternyata aku berada di kamarku sendiri. Kuraih ponsel
yang ada di sebelah bantalku. Tertera nama Vio dilayarnya.
“Iya Vi…”
“Naya,
kamu dimana? Kenapa nggak masuk sekolah?”
“Sekolah?”
kata itu memaksaku untuk berpikir.
“Iyalah,
kamu dimana? Ibu Endang nanyain kamu, aku bilang kamu sakit. Kamu dimana sih,
Nay? Lagi siap-siap buat nembak Keny?”
Aku perlahan
duduk, sedikit terperangah mendengar ucapan Vio. Aku diam sejenak sembari
mengumpulkan kesadaran.
“Nayaaa,
haloooo…” suara cempreng Vio membuatku sedikit kaget.
“Oh iya
Vi, aku ketiduran. Nggak tau nih nggak ada yang ngebangunin aku. Hoaahmm” aku
menguap lebar, mataku masih terasa berat dan mengantuk padahal aku sudah tidur
9 jam.
“Ih
Naya, malah nguap. Jadi gimana? Ntar kamu jadi mau nembak Keny?
“Umm…
Enggak jadi deh Vi, kita kan bestfiends forever. Hehe..”
“Serius
Nay? Padahal kamu kemarin menggebu-gebu semangat 45 banget. Ntar cerita ya. Ya udah aku mau
masuk kelas nih udah bel. Bye Nay…” Vio menutup telepon.
Aku tersenyum
tipis, berusaha mengingat mimpi panjangku semalam yang berakhir begitu
mengenaskan menurutku. Iya, aku tidak
akan mengungkapkan perasaanku pada Keny. Tidak akan pernah. Biarlah perasaan
ini aku kubur dalam-dalam bersama mimpi semalam.
Keesokan
harinya aku kembali bersekolah. Aku berjalan kearah kantin dan menemui 3
sahabatku disana. Aku langsung duduk disebelah Keny berhadapan dengan Vio dan
Jeri. Mereka bertiga menyapaku dan tersenyum.
“Hei…
Eh, Ken, ntar deket-deket UN kita belajar bareng ya…” aku merangkul Keny.
“Ada
apa nih pagi-pagi ngajakin belajar UN banget” Jeri menyela.
“Ya
biarin, UN bentar lagi tau” balasku.
“Keny
aja nih yang diajakin belajar, kita berdua enggak?” Vio tersenyum sinis.
“Ya
enggaklah. Maksudnya nggak kita berdua aja, sama kalian juga lah ih kesel” aku
menarik kopi milik Vio dan menyeruputnya.
“Iya-iya,
siap” Keny menjawab, ia membalas merangkulku dengan tangan kirinya. Rasanya hangat
dan bahagia sekali. Aku ingin tetap seperti ini sampai kapanpun, meskipun
statusku dan Keny bukanlah pacaran. Aku malah berharap kami berdua tidak akan
pacaran sampai kapanpun. Selanjutnya kami kembali bersenda gurau menunggu bel
masuk berbunyi.
Di meja
seberang terlihat gadis berbibir plum, Gea, tengah bercanda dengan Rosi dan
Amanda. Mereka bertiga memang berteman akrab. Tiba-tiba dadaku memanas melihat
mereka. Tapi buru-buru aku tepis perasaan itu. Tatapanku dan Gea bertemu. Aku segera
melemparkan senyum kearahnya. Ia membalas senyum, lalu tatapannya berpindah
kearah Keny.
THE END